PALEMBANG, GLOBALPLANET - Hal ini disampaikan Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Aprobi (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia) dalam Webinar Grow with Sawit Part III dengan tema “Sejuta Manfaat Sawit: Proses dan Produk Hilirisasi Sawit”. Webinar series ini merupakan gelaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel yang diikuti sebanyak 180 peserta, Rabu (22/08/2020).
Paulus Tjakrawan mengatakan, bahan bakar fosil terus berkurang. Dahulu Indonesia adalah negara penghasil minyak sehingga saat itu terlibat mendirikan OPEC. Indonesia serdiri pernah menjadi presiden OPEC. “Pada era 70 sampai 80-an anggaran belanja negara ini 80% dari minyak. Kemudian terus menurun dan bahan bakar nabati diantaranya biodiesel dari sawit menjadi pilihan karena bahan baku yang tersedia kapanpun. Sebelumnya sempat melirik tanaman Jarak,” katanya.
Minyak kelapa sawit menjadi alternatif karena memiliki banyak keunggulan. Manfaat yang didapatkan bukan hanya dari sisi ekonomi, namun juga lingkungan.
Secara ekonomi, penggunaan biodiesel berdampak pada pengurangan impor solar sehingga menghemat devisa. “Pemakaian bahan bakar di Indonesia sekitar 1,4 juta barel per hari. Sedangkan Indonesia menghasilkan hanya 778 ribu barel per hari. Berdasarkan data, pengurangan impor minyak solar terlihat cukup signifikan sejak empat tahun terakhir,” ujarnya.
Contoh pada 2017, Indonesia mampu mengurangi 2,5 juta kiloliter (kl) atau setara USD 1,1 miliar. Lalu pada 2019 biodiesel mampu menghemat devisa sekitar Rp50 triliun atau setara USD3,34 miliar. Proyeksi 2020, pengurangan impor solar mencapai 9,6 juta kl atau setara USD 5 miliar.
Saat ini program biodiesel telah mencapai B30 dan target B40 di pertengan tahun depan. Kapasitas saat ini 11,6 juta kl terpasang dari 19 perusahaan. “Proyeksi tahun ini kapasitas akan bertambah 3,5 juta kl kalau tidak ada Covid-19. Tahun selanjutnya bertambah 3 juta lagi,” katanya.
Kemudian dari sisi lingkungan, Indonesia telah mengurangi emisi dari minyak solar sebesar 45 persen pada 2019. Setara dengan 17,5 juta ton CO2 equivalent. Artinya biodiesel jauh lebih ramah lingkungan. Lebih tidak beracun dibandingkan solar, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih kecil dan mengurangi polusi.
Menariknya, sawit tak hanya ke biodiesel. Potensinya begitu luas untuk membuat energi terbarukan lainnya green diesel, green gasoline, dan green avtur. Kemudian biogas, biomass, dan electricity. Dia meyakini, industri ini akan berdampak besar nantinya. Jika industri maju, negara maju, tentu bahan bakar yang dibutuhkan akan lebih besar. “Saya sering dengar negara lain mengurangi produksi biofuel, tapi buktinya sampai sekarang produksi bahan bakar nabati (BBN) ini selalu bertambah 10 tahun terakhir. Bertambah 100 persen atau dua kali lipat,” tuturnya.