BOGOR, GLOBALPLANET - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bidang Ketenagakerjaan Sumarjono Saragih mengatakan, sejak 80-an hingga sekarang sawit selalu dihadapkan tudingan dan isu dengan kemasan, judul dan substansi yang diputar – putar. Mulai dari lingkungan, gambut, kesehatan, deforestasi, hingga perubahan iklim. “Sejak 2015 isu HAM, eksploitasi manusia dengan kemasan pekerja perempuan dan pekerja anak,” ujarnya dalam webinar rumah sawit yang digelar Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamis (27/8/2020).
Sumarjono mengungkapkan, terdapat 47% perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimiliki petani yang belum memiliki regulasi yang dapat mengawasi secara ketat. Berbeda dengan korporasi yang diawasi oleh sekian banyak peraturan bahkan Presiden memandang perlu pemangkasan peraturan.
“Untuk alasan biaya, mereka akan gunakan tenaga dari mana saja. Siapa yang akan mengawasi. Sementara perusahaan yang sudah banyak undang - undang dan peraturan yang mengawasi,” katanya.
Menurutnya, perlu upaya-upaya besar dan bersama dari berbagai pihak untuk mencari solusi formulasi yang terstruktur, masif dan sistematis. "Jujur hanya karena kompetisi dagang, itu realita. Kita terima bahwa sawit dipersoalkan sedemikian agresif yang salah satunya karena kompetisi dagang,” tandasnya.
Sumarjono juga mempertanyakan, apakah komoditi lain penghasil minyak nabati lain baik di Eropa atau pun komoditi lain di dalam negeri lebih baik dari sawit. “Sudahkah (komoditi lain) dapat perhatian besar seperti kepada sawit? Jawabannya mungkin ada di masing-masing kita. Banyak gerakan daerah ramah anak dan sebagainya, kami baru dengar. Belum ada yang datang ayo bersama – sama,” tandasnya.
Sumarjono juga mengungkapkan, solusi menghadapi masalah yang dihadapi sawit, perlu dirigen yang mengkoordinir semua pihak yang memiliki inisiatif untuk menuntaskan isu pekerja perempuan dan pekerja anak di industri sawit.