PALEMBANG, GLOBALPLANET. - Hal ini diungkapkan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumatera Selatan, Alex Sugiarto, ketika menjadi pembicara dalam Semiloka "Membangun Sinergi para pihak Pemda, CSO,
Pengusaha, dan masyarakat" yang digelar oleh PWNU LAZISNU Sumsel, Selasa (15/9/2020).
"Pada dasarnya perusahaan perkebunan sawit swasta dan perkebunan plasma milik rakyat saling bersinergi. Kemitraan inti antara swasta dan plasma terlihat dimana ada ketentuan izin lokasi minimal 20 persen, " ungkap Alex.
Artinya, dimana ada perkebunan sawit yang dibuka itu bukan semata hanya untuk kekayaan perusahaan. "Tidak begitu, kesejahteraan masyarakat sekitar juga mesti didapat," tegasnya.
Lanjut Alex, sebagai bentuk membangun kesejahteraan perusahaan dan perkebunan plasma sawit rakyat. Penggunaan komoditi andalan milik Indonesia satu ini perlu ditingkatkan.
Apalagi sejalan dengan kebijakan dan gagasan pemerintah soal Biodiesel dan B100.
"Kalau B30 saja dapat menambah penggunaan CPO 9 juta ton per tahun. Jika bisa mencapai B100 jumlah CPO yang digunakan 30 juta ton, belum lagi kalau D100. Jadi betapa besar dampaknya bagi perkebunan sawit swasta dan sawit plasma rakyat, " jelas dia.
Kelapa sawit juga memiliki peran penting dalam perekonomian rakyat dan negara. Dimana secara nasional, serapan tenaga kerja perkebunan sawit 5,5 juta pekerja langsung yang bersinggungan dengan kebun. Serta 12 juta pekerja tidak langsung seperti transportir, pemilik kantin, warung dan sebagainya.
"Selain itu kelapa sawit juga menjadi penyelamat devisa kita, itu ada Rp27,7 triliun devisa yang diselamatkan melalui mandatory B20. Itu baru B20 belum B100, makanya saya berpendapat untuk apa lagi kita jual minyak mentah kemudian impor solar, padahal punya sumber daya sendiri," tandasnya.