OLEH: MUHAMMAD GOERIL - Menristek Bambang Brodjonegoro selaku Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini di Jember Jawa Timur mengatakan, bahwa Indonesia bertekad meningkatkan produktivitas kopi agar dapat merebut kembali posisi kedua produsen kopi dunia yang saat ini ditempati oleh Vietnam.
Masalah produktivitas merupakan kendala nasional karena saat ini produksi kopi Indonesia baru mencapai 600 ribu ton setahun dari 1,3 juta Ha kebun kopi. Sedangkan Vietnam cuma memiliki 650 Ha kebun (separuhnya) tapi produksi totalnya hampir setara dengan produksi yang kita miliki. Dengan perkataan lain, produksi kopi kita menghasilkan 700 kg per Ha sedangkan kopi Vietnam produksinya lebih tinggi yakni 2.300 kg per Ha nya.
Berangkat dari situlah Menristek/ Ka.BRIN bertekat untuk berusaha keras agar produktivitas kopi Indonesia ini dapat segera ditingkatkan. Karena saat ini penyerapan pasar dalam negeri terhadap kopi semakin naik (45%) dan sisanya (55%) merupakan qouta ekspor keberbagai negara. Demikian juga harga jual kopi di luar negeri semakin membaik pula sehingga upaya meningkatkan produktivitas adalah sebuah keniscayaan yang harus diprioritaskan pelaksanaannya. Dan sebagai bentuk kepedulian perusahaan geothermal PT Supreme Energy Rantau Dedap (PT SERD).yang lokasinya kerjanya berada di desa Segamit, Semende Darat Ulu (SDU) Muara Enim, yang masyarakatnya adalah petani kopi juga bertekad untuk meningkatkan produktivitas kebun kopi dimaksud.
Dengan menggandeng para tenaga akhli pertanian Unsri sejak 2014 lalu sebagai program CSR dilakukanlah pembinaan para kelompok tani kopi yang berada di dusun Rantau Dedap, Segamit dan desa Tunggul Bute. Bagaimana agar tanaman kopi (Robuscha dan Arabika) perlu asupan air yang cukup, sistim penyetekan yang benar, pemupukan yang tepat dengan jarak tanam yang baik sehingga tekad untuk meningkatkan produktivitas per (Ha) lahan dapat tercapai.
Para kelompok tani tersebut dibimbing secara teori dan praktek. Bahwa perlu adanya lubang biopori yang cukup agar tangkapan air sempurna, diperlukan diameter lubang dengan kedalaman tertentu dilakukan praktek langsung di sela-sela pohon kopi. Begitu juga praktek pembuatan setek di setiap pohon dilakukan oleh para pembimbing pertanian dengan sabar sehingga para kelompok tani mampu menyerap dan melaksana kannya di kebunnya masing-masing..Dari penuturan petani, sejak ikuti bimbingan telah dirasakan perubahan produksi kopi menjadi 2x lipat lebih dari biasanya.
Dihampir semua rumah tangga di daerah Semende, tawaran “ngupi kudai” (seruput kopi) adalah sesuatu yang membudaya. Kalau tak percaya, datanglah ke desa Segamit Semende Darat Ulu (SDU) kabupaten Muara Enim. Dengan ramahnya warga yang kita kenal itu mengajak mampir sembari berucap “ngupi kudai” dan begitu kita singgah secepat itu pula sang ibu atau (terkadang) anak gadisnya menyajikan kopi hangat yang aromanya mengundang selera. Begitu selesai kita ngobrol dengan tuan rumah, diujung tangga turun kita telah disambut oleh tetangga sebelahnya lagi dengan tawaran yang sama “ngupi kudai” dan begitulah seterusnya; singgah di lima rumah dapat dipastikan lima gelas pula kopi hangat itu menjadi santapan.
Bahkan ada pula kebiasaan kaum ibu di Semende yang gemar menghisap rokok kretek sembari menyeruput kopi menemani tamunya. Hal itu, didaerah yang berhawa dingin justru menambah semangat kerja.
Terkadang mereka merokok sambil bekerja, menyiangi ladang, membersihkan buah segar hasil panen lalu menjemur kopi yang telah digiling kulitnya. Dan hal itu sudah menjadi kelaziman penduduk yang bermukim di daerah pegunungan berhawa dingin yang rata-rata mereka bertani dan bermukim dilokasi ketinggian 1.500 - 1700 m dari permukaan laut (mdpl). Bagi yang belum pernah atau belum biasa ke daerah Semende ini tentu merasakan dingin yang amat sangat, terlebih lagi dimalam hari, perlu betul jacket, jas atau selimut tebal. Suhu rata-rata pada malam hari sekitar 8 derajat yang boleh jadi pada orang tertentu membuat bibir dan telapak kaki menjadi pecah-pecah.
Budaya “ngupi kudai” inilah yang secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat Semende yang daerahnya kini semakin terkenal kemanca negara karena adanya sumber panas bumi disepanjang Bukit Barisan. Sejak tahun 2008 telah dilakukan survey panas bumi (geothermal) oleh perusahaan Swasta dan BUMN. Diawali dari daerah Lumut Balai Semende Darat Laut (SDL) Muara Enim oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan kemudian disusul oleh PT Supreme Energy Rantau Dedap (PT SERD) tahun 2014 di desa Segamit Semende Darat Ulu (SDU).
Kedua daerah yang menjadi proyek panas bumi ini kelak merupakan daerah penghasil Energy Listrik terbesar. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang ada menjadi tangguh dikarenakan adanya hutan kawasan yang terjaga baik, terhindar dari perambahan. Merupakan energy baru dan terbarukan, serta akrab lingkungan karena uap yang dihasilkan merupakan proses pemanasan air oleh magma didalam perut bumi. Dan sejak Agustus 2019 PT PGE telah membuktikan kiprahnya dengan memproduksi listrik tahap 1 sebesar 55 MW, akan disusul PT SERD tahun 2021 insyaAllah dengan produksi listrik tahap awal 92 MW yang tentu saja nantinya akan terus berlanjut dengan tahap-tahap produksi berikutnya.
Itulah pesan penting yang disampaikan berulang-ulang oleh Bupati Muara Enim sejak Kalamudin Jinab (alm), diteruskan Muzakir Sai Sohar hingga Plt. Bupati H.Juarsah : agar warga masyarakat membantu dan jangan mengganggu kelancaran proyek panas bumi ini. Karena beliau tahu persis bahwa Proyek Vital Nasional (provitnas) seperti panas bumi ini harus didukung sepenuhnya dan telah menjadi keharusan bagi segenap stakeholder memberikan jaminan agar kegiatan proyek berjalan baik dan lancar.
Terlebih lagi kewajiban ini tertuang didalam Kepres No.63 tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional yang bertitik berat kepada pencegahan potensi gangguannya. Karena adanya proyek investasi semacam PLTP ini tentu penyerapan tenaga kerja lokal cukup banyak. Terutama SDM yang ada di desa-desa kecamatan terdekat SDU, Kota Agung dan Dempo Selatan dalam kurun waktu 2018 – 2020 saja lebih dari 800 orang bekerja di proyek.
Kemajuan ekonomi masyarakat desa/kecamatan bertambah dan lebih terlihat nyata dengan meningkatnya perputaran uang dari sumber penghasil pekerja, sewa rumah, kegiatan kuliner warga, konpensasi kebun dan berbagai aspek ekonomi lainnya ikut bertambah dan berputar (added value).
Untuk kegiatan Panas Bumi itu telah ada UU yang menaunginya yakni UU No.27 tahun 2003 yang diperkuat lagi dengan UU No.21 tahun 2014 bahwa, gangguan dan rintangan terhadap kegiatan proyek Panas Bumi (produksi tidak langsung seperti PLTP) yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dapat dikenakan sanksi pidana 7 tahun kurungan dan pidana denda 70 M (pasal 74).
Sebaliknya, jika proyek panas bumi ini berjalan baik dan lancar sehingga berhasil memproduksi listrik yang diharapkan maka sesuai UU tersebut diatas menjamin income daerah (selain pajak) akan memperoleh pula Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang akan dibagikan kepada Pemerintah Pusat 20%, Pemda Provinsi 16 %, Kabupaten/Kota penghasil 32% dan sisanya 32% untuk Kabupaten/Kota tetangga (pasal 30).
Dengan demikian, tentu pesan-pesan Bupati yang selalu disampaikan berulang-ulang disetiap kesempatan semata-mata ingin mewujudkan pembangunandaerah bagi kesejahteraan masyarakatnya. Ayo bantu, jangan ganggu !!. Kalau tidak kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi.