JAKARTA, GLOBALPLANET - ”Seharusnya empati yang disampaikan dan solusinya bukan malah menyudutkan sawit sebagai salah satu penyebabnya. Seperti yang disampaikan oleh salah satu NGO, saya menghimbau jangan asal melempar statement, kalau gak punya data kajian ilmiah. Apalagi sampai menyudutkan Presiden Jokowi saat berkunjung ke Kalimantan Selatan, keterlaluan. Sementara masyarakat di sana sangat menghargai kunjungan Presiden tersebut. Ini penting dilakukan seorang kepala negara untuk memberikan instruksi langsung kepada semua stakeholder yang mengurusi bencana ini, supaya semua bekerja cepat dan proses pemulihannya terkoordinasi,”. Tegas Gulat.
Menurutnya, perkebunan kelapa sawit memiliki kontribusi besar yang positif untuk perekonomian maupun lingkungan.
“Kalau menyalahkan sawit, saya ingin balik bertanya, apakah di Jakarta ada tanaman kelapa sawit ? atau di Manado yang sedang tertimpa bencana banjir, di Manado tidak ada sawit,” ujar Gulat.
Di Kalimantan Selatan luas perkebunan kelapa sawit 549 ribu hektar (Kementan 2019) atau sekitar 3,36?ri total luas sawit Indonesia, sementara di Riau sudah mencapai 4,02 juta hektar (26%), tapi di Riau jika musim hujan bukan tidak ada banjir, tapi masyarakat di Riau tidak langsung menyalahkan sawit.
“Yang diperlukan saat ini adalah bagaimana memperbaiki dan meningkatkan peran dan konsep sawit berkelanjutan (sustainable) apalagi pemerintah sudah menerbitkan Inpres No 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Sawit Berkelanjutan. Bagi kami petani yang mengelola 41% sawit di Indonesia tertantang dengan konsep RAN Sawit Berkelanjutan ini, dan kami petani berusaha untuk bisa mengikutinya. Niat Petani sawit ini harus dihormati oleh semua pihak, meskipun kami harus menempuh jalan Panjang untuk menuju ke sana.” jelasnya.