PALEMBANG, GLOBALPLANET. - Menurut Pembina FP2SB Ir Achmad Mangga Barani ada empat jenis kemitraan antara petani dengan perusahaan. "Pertama Inti plasma yang dikenal dengan pola perkebunan inti rakyat (PIR), kedua perdagangan umum melalui jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, pola fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20 persen, dan pola peremajaan sawit rakyat," jelas Achmad, dalam zoom meeting GAPKI sesi ke 15, Selasa (2/2/2021).
Kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit diatur dalam UU nomor 39 pasal 57 ayat 2 dimana pabrik yang bermitra dengan petani harus menyediakan sarana produksi, pengolahan dan pemasaran, kepemilikan saham, dan jasa pendukung lainnya. Achmad melanjutkan, sistem kemitraan ini diawali Pemerintah dengan kemitraan menggunakan pola PIR pada era tahun 80-an.
"Kemitraan usaha pada perkebunan dimulai sejak pemerintah mengembangkan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat melalui Pola lnti Plasma yang dikenal dengan PIR pada era tahun 80-an. Dimana yang bertindak sebagai Inti yaitu Perkebunan Besar sedangkan Plasma adalah Perkebunan Rakyat. Kemitraan dititikberatkan pada pembangunan kebun dan penjaminan pembelian TBS serta penjaminan kredit. Kemitraan ini diikat dalam suatu perjanjian antara lnti dan Plasma serta Bank," tutur dia.
Usaha Perkebunan untuk budidaya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (FPKM) paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan perusahaan perkebunan. Adapun yang dimaksud dengan “total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan” adalah luas sesuai dengan Izin Usaha Perkebunan atau Izin Usaha Perkebunan untuk budidaya.
Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, atau bentuk pendanaan lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun tersebut harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu sejak HGU diberikan dan harus dilaporkan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perusahaan perkebunan yang melanggar kewajiban tersebut dikenai sanksi administratif berupa denda, pemberhentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan, dan pencabutan Izin Usaha Perkebunan," pungkasnya.