loader

Era Bensin Sawit Dimulai dari Bumi Sriwijaya

Foto

GLOBALPLANET - Hal ini juga sekaligus dimulainya era bensin sawit di dunia yang belum pernah ada sebelumnya. 

Produksi bensin sawit merupakan proyek strategis nasional yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No 109/2020. Pada  butir 199 disebut, “Pengembangan teknologi IVO dan bensin sawit terintegrasi dengan kebun sawit rakyat”.  Ini perpaduan inovasi kebijakan, rekayasa kelembagaan dan teknologi  yang melahirkan multibenefit. 

Bensin sawit yang akan diproduksi bukan bensin “kaleng- kaleng”, melainkan bensin kelas super dengan kualitas di atas bensin fosil terbaik. 

Menurut ahlinya Prof Subagjo dari Institut Teknologi Bandung, kandungan energi (RON) bensin sawit berkisar 110-120. Bandingkan dengan Pertamax Turbo (bensin fosil) yang RON-nya hanya 98. Sehingga bensin sawit dapat menggantikan bensin fosil seratus persen. Selain itu bensin sawit tidak menghasilkan polusi sulfur seperti bensin fosil. Emisi bensin sawit juga jauh lebih rendah dari emisi bensin fosil.

Inovasi itu, teknologi bensin sawit ini juga menghadirkan solusi kebun sawit rakyat. Selama ini masalah yang dihadapi sawit rakyat terutama petani mandiri adalah  harga jual TBS yang jauh lebih rendah akibat jaraknya jauh dari PKS, keterlibatan broker dan mutu TBS rendah (ALB di atas 3 persen). 

Dengan pabrik IVO yang dibangun dan dikelola dalam satu hamparan kebun sawit rakyat (korporasi petani) masalah jarak tersebut terpecahkan. Ini lebih menarik lagi. Untuk menghasilkan IVO tersebut berapapun ALB tak masalah. Bahkan untuk memperoleh rendemen minyak yang lebih tinggi, malah lebih baik TBS dipanen lewat matang (berondol 50 persen) sehingga rendemen minyak bisa sekitar 25-30 persen. 

Produksi bensin sawit tersebut juga bagian penting dari strategi industrialisasi nasional yakni subsitusi impor. 

Sebagaimana diketahui bahwa sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi net impor minyak bumi (fosil) dengan volume impor dan menyedot devisa yang makin besar setiap tahun.  

Konsumsi bensin fosil juga meningkat setiap tahun yakni dari sekitar 30 juta kl tahun 2014 menjadi 35 juta kl tahun 2019. Jika 50 persen saja bensin fosil diganti dengan bensin sawit yang lebih ramah lingkungan maka ketergantungan impor minyak fosil bisa dikurangi. 

Kita berharap dengan teknologi bensin sawit tersebut suatu saat akan merubah Indonesia dari eksportir minyak sawit terbesar dunia menjadi eksportir bensin sawit terbesar dunia. 

 

 

Penulis: Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Exsecutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI)

Share

Ads