PALEMBANG, GLOBALPLANET - "Kenapa jadi bahan takut? Menurut saya sih, kita mesti paham namanya kan masih Rencana PP belum tentu dilaksanakan. Isu pentingnya itu adalah hak atas tanah kalau sudah punya hak atas tanah itu sudah aman, dan bisa melakukan kewajiban kita sebagai warga negara yang baik, " kata Prof Budi ketika menjadi pembicara dalam Zoom Meeting Lets Talk Abot Palm Oil, Kamis (11/2/2021).
Dia menerangkan RPP terkait usaha perkebunan kelapa sawit meliputi 7 hal di antaranya, RPP tentang sektor pertanian, penertiban kawasan dan tanah terlantar, RPP tentang kehutanan, RPP tentang penyelesaian ketidaksesuaian antara tata ruang dengan kawasan hutan, RPP izin dan/atau hak atas tanah.
RPP tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif atas kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan. Serta RPP tentang NSPK perizinan usaha.
Idealnya tanpa syarat bagi yang sudah eksisting tidak berhutan. Tanah untuk rakyat harus menjadi nomor satu (reforma agraria), bukan malah mengedepankan aturan-aturan yang justru saling bertentangan dan entah menguntungkan siapa.
"Hak Atas tanah adalah bersifat final, karena dalam prosesnya sudah mengikuti ketentuan perundangan yang ada dan melibatkan institusi terkait, oleh karena itu harus dikeluarkan dari areal Kawasan Hutan, " jelasnya.
Pokoknya dengan UUCK itu, sistem menjadi terukur.
"Tujuan UUCK itu sangat mulia, tapi lantaran kita sudah terlalu lama terbelenggu oleh peraturan mutual eksklusif, menjadi enggak gampang untuk memahami tujuan UUCK itu," katanya.
Budi kemudian mengulik soal RPP terkait UUCK tadi. Bahwa untuk melancarkan jalannya UUCK tadi ada 40 RPP yang disiapkan termasuk 4 Perpres. "Ada 79 UU yang diharmonisasi menjadi UUCK," katanya.
Dari RPP sebanyak itu kata Budi, 7 di antara RPP tadi berkaitan langsung dengan sawit, lima di antaranya berkaitan dengan tanah.
Sementara Ketua Apkasindo Ir Gulat Manurung mengatakan, ada kekhawatiran dari organisasi yang melindungi petani sawit ini. Petani Sawit marah dengan pasal-pasal yang memberatkan Petani. Entah apa yang terjadi jika RPP ini dipaksakan.
"Ini menimbulkan kekhawatiran bagi kami, kami sudah mengirimkan surat ke Presiden dan Menteri Kehutanan perihal pasal-pasal mematikan, namun tetap saja pasal-pasal baru bermunculan. Seperti "Petani sawit dapat di akomodir pelepasan", jika sudah menguasai 20 tahun tanah nya, sementara ini gak ada dalam Batang Tubuh UUCK, " ujar Gulat Manurung.
Dia menegaskan, pihaknya sangat mendukung atas lahirnya UUCK akan tetapi turunannya yakni RPP membuat petani mati rasa.
"Kami sepakat dengan Prof Budi Mulyanto, " ujarnya.
"Tapi saat ini, kami petani sawit lebih takut RPP CK dari pada Covid-19, itulah sebabnya kami semua Petani gak bisa tidur bagaimana nasib kami ke depan. Jika RPP ini dipaksakan tanpa mendengar usulan petani, maka akan sangat mengganggu program strategis Presiden seperti PSR, ISPO dan Kemandirian Energi (biodisel) karena hulu dari semua program strategis ini adalah TBS Petani 41%, " pungkasnya.