JAKARTA, GLOBALPLANET - Pertama, terdapat penghapusan insentif pajak produk biofuel dari kelapa sawit oleh Perancis. Hal ini lantaran Perancis yang menetapkan Undang-Undang Anggaran Pemerintah Perancis tahun 2019 dengan Letter of Intent nomor 2018-1317 dan secara resmi dipublikasikan berdasarkan JORF nomor 0302.
"Dalam peraturan itu telah ditetapkan bahwa minyak sawit tidak tergolong dalam kategori produk biofuel sehingga tidak mendapatkan fasilitas skema insentif pajak yang telah ditetapkan," ujar Asep dalam diskusi Ina Palm Oil yang digelar oleh Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Rabu (31/3) lalu.
Selanjutnya, ada pula isu kontaminan 3-MCPD Uni Eropa, dimana otoritas keamanan makanan di Eropa atau European Food Safety Autority (EFSA) yang mengusulkan batas 3-MCPD Ester maksimal 2,5 ppm dan GE maksimal 1 ppm. Usulan ini sejak disetujui komisi Uni Eropa sejak 2018.
"Putusan ini yang berpotensi menghambat perdagangan minyak sawit Indoensia, sebab kandungan 3-MCPD minyak sawit Indonesia masih di atas 3 ppm," jelas Asep.
Kendala lainnya adalah antisubsidi oleh otoritas Uni Eropa, dimana pada November 2019 Uni Eropa mengeluarkan definitive measure atas biodiesel Indonesia yang berlaku sejak tanggal 10 Desember 2019-2024. Pada Desember 2019, EU tetap menerapkan provisional measures dengan besaran 8% hingga 18%.
Lalu ada juga kebijakan dan labelling di Uni Eropa seperti Delhaize Supermarket di Belgia yang melabel selai cokelat bermereknya yakni "0% palm oil, 100% taste". Ada juga Systeme U Supermarket di Perancis yang meluncurkan kampanye dengan slogan "no to palm oil" pada 2021.
Ada juga KLM Royal Dutch Airiners di Belanda yang meminta pemasok mereka untuk menghindari penggunaan minyak sawit dalam produknya.
Sementara, Carrefour yakni ritel makanan di Perancis pada 2017 membatasi dan menghentikan penggunaan minyak sawit di dalam produk Carrefour. Pada 2012 kenaikan pajak bagi kelapa sawit 300% di La Taxe Nutella dan pada 2016 kenaikan pajak pajak kelapa sawit sebesar 900 euro per ton pada palm oil super tax. Hingga adanya blokade asosiasi petani di Perancis di 2018 terhadap TOTAL karena berkomitmen membeli kelapa sawit untuk bio refinerynya.
"Karenanya kita perlu melakukan hal-hal yang sebaliknya, yakni kampanye positif yang sekarang sedang dilakukan pemerintah kita bersama dengan dunia usaha dan asosiasi yang ada terkait produk kelapa sawit," ujar Asep.
Asep juga menyebut terdapat beragai kendala ekspor sawit Indonesia di pasar global seperti isu tenaga kerja, isu kesehatan, tarif impor, isu lingkungan dan lainnya. Karenanya dia juga menyebut pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dalam menghadapi kendala ekspor tersebut.
Berbagai upaya tersebut yakni mengupayakan pengurangan hambatan tarif dan non tarif di negara tujuan, baik dengan pendekatan perundingan bilateral, regional maupun multilateral.
Mengoptimalkan business matching, sowcase dan pertukaran informasi. Lalu mencari berbagai upaya ekspor langsung ke pasar tujuan, serta menguatkan konsolidasi nasional dan kerjasama internasional dalam meningkatkan kampanye positif sawit. (Kontan)