JAKARTA, GLOBALPLANET - “Sebagaimana kita ketahui, bahwa komoditi sawit memiliki peran penting dalam perekonomian perkebunan dan pertanian kita. Dan kita dengar ekspor komoditas sawit di tahun 2020 mencapai USD 22,97 miliar atau setara dengan Rp 321,5 triliun angka ini terus naik 13,6 persen dibandingkan tahun 2019,” kata MenkopUKM Teten, Dalam Webinar Kemitraan UKMK Sawit, Selasa (27/4).
Melihat hal tersebut, UMKM berbasis sawit juga bisa ikut tumbuh jika menjalankan 3 kunci utama ini. Pertama, para petaninya harus terkonsolidasi. Bukan lagi petani perorangan tapi konsolidasi melalui koperasi.
“Konsolidasi itu bukan petaninya saja tapi lahan-lahan nya juga sehingga masuk dalam skala ekonomi,” ujarnya.
Kunci kedua, yakni terjalinnya kemitraan yang baik. Salah satu indikatornya adalah terfasilitasinya koperasi masuk ke dalam rantai nilai global. Dalam hal ini tentunya koperasi sawit terhubung dengan pembeli dan market.
Kemudian kunci ketiga, adanya inovasi hilirisasi produk agar memiliki nilai tambah. “Jadi di banyak negara koperasi-koperasi di sektor pangan selalu memiliki teknologi pengolahan dan memiliki unit pengolahan. Supaya mereka bisa menjual produknya dengan nilai tambah termasuk juga biasanya di sektor agrikultur selalu saja ada komoditi yang tidak bisa diserap oleh market,” jelasnya.
MenkopUKM menegaskan, bahwa pengolahan menjadi sangat penting dimiliki oleh koperasi di sektor pangan. Di sisi lain Kementerian Koperasi dan UKM memiliki prioritas untuk melahirkan 100 koperasi modern.
“Kami terbuka untuk bersinergi melahirkan koperasi sawit yang modern dan mendunia. Kebetulan pak Presiden juga mendorong beberapa Kementerian untuk melakukan piloting untuk pembentukan korporatisasi petani ke depan,” ujarnya.
Nantinya koperasi tani yang dibentuk itu akan menjadi korporatisasi petani yang berbasis pada petani-petani perorangan dan berlahan sempit.
Upaya Pemerintah Dorong Korporatisasi Petani Disamping itu, ada beberapa hal yang sudah pemerintah lakukan untuk mendorong korporatisasi petani. Pertama, melalui undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2021.
Di dalam kedua kebijakan itu sekarang pendirian koperasi lebih mudah, cukup 9 orang saja meskipun dibandingkan rata-rata dunia pembentukan koperasi bisa dilakukan oleh 5 orang. Tapi ini jauh lebih mudah juga, karena sebelumnya di Indonesia harus 20 orang.
Kemudian perizinan usaha menjadi lebih mudah melalui sistem oss yang meliputi perizinan berusaha, SNI, sertifikasi produk.
Bahkan, sebagaimana arahan Presiden baru-baru ini, plafon KUR juga akan meningkat dari sebelumnya Rp 500 juta sekarang bisa mencapai Rp 20 miliar dengan bunga yang rendah.
“Saat ini Kemenko Perekonomian bersama kami sedang menyelesaikan konsep kebijakannya. Artinya apa? Keterbatasan pembiayaan untuk mendukung hilirisasi sawit selama ini dapat teratasi dengan KUR yang baru,” ujarnya.
Demikian juga ada dana bergulir untuk koperasi yang dikelola oleh LPDB, yaitu BLU yang berada dibawah Kementerian Koperasi dan UKM untuk melengkapi pembiayaan dari Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit.
“Saya kira ini nanti bisa dikerjasamakan. Lalu, pasar energi terbarukan dan konsumsi produk ramah lingkungan juga terus membesar baik di dalam maupun luar negeri. Ini peluang kita bersama untuk melakukan produk-produk sawit unggulan,” pungkasnya.