JAKARTA, GLOBALPLANET - Berdasarkan data BPDPKS diketahui, dari tahun 2016 – 2020, program PSR yang terealisasi mencapai 200.205,47 hektar dengan total pekebun yang terlibat 87.906 orang.
Mengutip hasil penelitian dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPPKS), kegiatan peremajaan sawit juga memberikan manfaat secara ekonomi.
- Strategi stabilisasi harga CPO.
Pergerakan harga CPO sangat erat kaitannya dengan keseimbangan supply dan demand. Ketika stok/penawaran CPO melimpah yang didukung oleh permintaan yang tetap atau bahkan turun, akan cenderung menurunkan harga CPO, begitupun sebaliknya. Volatilitas harga CPO yang dikarenakan interaksi antara penawaran dan permintaan tersebut akan berdampak secara sosial ekonomi, terutama bagi pekebun yang berada di posisi terbawah dalam rantai nilai. Program PSR menjadi salah satu strategi dalam mengurangi stok minyak sawit sehingga mendorong peningkatan harga.
- Mengurangi biaya produksi tandan buah segar (TBS).
Meningkatnya biaya panen yang tidak diiringi dengan peningkatan produksi dikarenakan usia tanaman sudah di atas 25 tahun menyebabkan harga pokok produksi TBS meningkat dan dapat menurunkan B/C rasio dari usaha kebun. Dengan dilakukannya kegiatan peremajaan, harga pokok produksi akan menurun terutama jika diimbangi dengan penerapan best management practices (BMP) dan penggunaan bahan tanaman unggul.
- Menghasilkan potensi biomassa yang bernilai ekonomi.
Setiap 1 hektar kebun kelapa sawit yang diremajakan dapat menghasilkan 10 – 16 ton pelepah dan 70 ton/ha batang sawit. Batang sawit merupakan sumber biomassa yang dapat menghasilkan plywood, sawn lumber, medium density fiber board, particleboard, dan nira untuk diolah menjadi gula merah sawit. Pelepah sawit dapat diolah menjadi sumber pakan ternak dan lidi sawit dapat dikreasikan menjadi berbagai macam produk kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi.
- Peningkatan pendapatan pekebun.
PSR yang diiringi dengan penerapan BMP berkelanjutan dapat meningkatkan pendapatan pekebun seiring dengan peningkatan produktivitas tanaman.
- Integrasi dengan tanaman pangan dan hortikultura melalui intercropping.
Penerapan pola tumpang sari (intercropping) dengan tanaman pangan diyakini merupakan salah satu upaya mengantisipasi kekhawatiran akan kehilangan pendapatan pada masa peremajaan hingga tanaman menghasilkan. Selain sebagai sumber pendapatan tambahan, pola intercropping juga dapat mendukung program ketahanan pangan yang dicanangkan oleh Pemerintah.