-- OLEH: MUHAMMAD DANI ISKANDAR - "Paket..!!!" Demikian teriakan abang pengantar paket dari perusahaan ekspedisi yang akhir-akhir ini sering terdengar di lingkungan rumah kita. Hampir setiap hari ada saja paket yang datang ke rumah atau kantor, baik itu makanan atau barang belanjaan.
Bahkan seorang Crazy Richasal Medan diberitakan membeli mobil listrik Tesla seharga Rp1,5 miliar melalui sebuah marketplacesaat tidak bisa tidur di malam hari. Begitulah gambaran kehidupan kita saat ini, dengan internet semua menjadi mudah.
Perkembangan internet yang sangat pesat, membuat jumlah pengguna internet semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kemajuan teknologi yang didukung dengan infrastruktur dan kemudahan regulasi, telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha berbasis digital.
Perkembangan teknologi internet yang masif dalam beberapa tahun terakhir memberikan dampak pada berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan. Era digital dengan pemanfaatan internet dan smartphonememberikan banyak perubahan pada perilaku masyarakat dalam berbelanja.
Industri perdagangan digital juga ikut berkembang, sehingga memudahkan adanya transaksi antara penjual dengan pembeli. Hal ini didukung dengan hadirnya berbagai macam situs media penjualan onlineyang mudah diakses sehingga transaksi jual beli dapat dilakukan dengan praktis, cepat, dan efisien.
Dari sisi pelaku usaha, hadirnya media penjualan onlinemenjadi peluang untuk dapat meningkatkan keuntungan dan memperluas target pasar di dunia maya. Media penjualan barang/jasa melalui internet terdiri dari berbagai macam media, salah satu diantaranya adalah Marketplace.
Marketplace merupakan sebuah lokasi jual beli produk dimana selleratau penjual dan buyeratau konsumen bertemu di sebuah platform.
Media selanjutnya dapat berupa Websitey ang dimiliki oleh usaha itu sendiri dan digunakan sebagai wadah jual beli. Selain itu, Media Sosial dan Pesan Instan juga mulai dimanfaatkan sebagai media penjualan onlineoleh banyak usaha.MaraknyaE-CommerceMaraknya penggunaan internet tak hanya sekedar digunakan masyarakat Indonesia untuk mencari informasi dan berkomunikasi, melainkan dimanfaatkan juga untuk kegiatan ekonomi.
Kualitas dan kuantitas perdagangan meningkat seiring dengan kemudahan dalam mengakses internet. Banyak pelaku usaha yang awalnya berjualan dengan sistem konvensional, kini mulai tertarik untuk membuka usaha secara online.
Transaksi jual beli yang awalnya dilakukan dengan bertemu langsung antara penjual dan pembeli, kini mulai berubah. Proses jual-beli barang dan jasa dapat dilakukan dalam genggaman jari berbasis jaringan elektronik.
Hal inilah yang disebut dengan Perdagangan Elektronik atau Electronic Commercedisingkat dengan E-Commerce. Kehadiran E-Commercesangat memudahkan masyarakatjika hendak membeli suatu produk.
Dari segi para pelaku usaha, mereka dapat semakin memperluas jangkauan pasarnya. Penyebaran informasi tentang suatu produk dapat dilakukan secara lebih cepat, dan memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga hal ini mulai menggeser pola serta cara konsumsi, dan bahkan telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat.
Pesatnya perkembangan ekonomi berbasis elektronik ini mempunyai potensi ekonomi yang tinggi bagi Indonesia. Hal ini mendorong pemerintah untuk membangun regulasi yang mengatur tentang ekonomi berbasis elektronik dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV mengenai E-Commerce.
Pemerintah merasa perlu menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Peta Jalan E-Commerceuntuk mendorong perluasan dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia secara efisien dan terkoneksi secara global.
Peta jalan E-Commerceini sekaligus dapat mendorong kreasi, inovasi, dan invensi kegiatan ekonomi baru di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, pada tahun 2017 diterbitkan Perpres No. 74 tahun 2017 mengenai Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik atau SPNBE. Dengan keluarnya Perpres itu, pemerintah mempertimbangkan perlunya ketersediaan data E-Commerceyang dapat memetakan perkembangan E-Commercedi Indonesia, sebagai evidence based policy makingdalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Selanjutnya pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mengatur tentang pihak-pihak yang melakukan, persyaratan, penyelenggaraan, kewajiban pelaku usaha, iklim, penawaran, penerimaan, konfirmasi, kontrak, pembayaran, pengiriman barang, penukaran barang dalam perdagangan dengan sistem elektronik, perlindungan data pribadi, penyelesaian sengketa PMSE hingga pengawasan dan pembinaan PMSE.
Dalam rangka pemetaan E-Commercedi Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS)melakukan pendataan E-Commerceberbasis usaha rumah tangga dan perusahaan untuk memperoleh gambaran perkembangan usahainidi Indonesia, dari sudut pandang pelaku usaha E-Commerce.
Menurut literatur, definisi Electronic Commerce(E-Commerce) atau Perdagangan Elektronik berdasarkan Organization for Economic Co-Operation and Development(OECD) 2009 adalah penjualan atau pembelian barang/jasa, yang dilakukan melalui jaringan komputer dengan metode yang secara spesifik dirancang untuk tujuan menerima atau melakukan pesanan, tetapi pembayaran dan pengiriman utama barang/jasa tidak harus dilakukan secara online.
Transaksi E-Commercedapat terjadi antar usaha, rumah tangga, individu, pemerintah, dan organisasi swasta atau publik lainnya. Termasukpemesanan melalui halaman website, ekstranet maupun Electronic Data Interchange(EDI), e-mail, media sosial (Facebook, Instagram, dan lainnya), serta instant messaging(Whatsapp, Line, dan lainnya).
Sedangkan pemesanan yang dibuat melalui pesan singkat (SMS), telepon, faksimili tidak termasuk E-Commerce.Seiring dengan kemajuan teknologi yang didukung dengan infrastruktur dan kemudahan regulasi, telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha berbasis digital.
Dari hasil Survei E-Commerce 2020yang dilakukan BPS, terjadi peningkatan jumlah usaha yang baru beroperasi dimana secara nasional tercatat 45,93 persen usaha baru mulai beroperasi pada rentang tahun 2017–2019.
Sebanyak 38,58 persen usaha sudah memulai usahanya pada rentangtahun 2010–2016, dan hanya 15,49 persen usaha yang sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun.
Sedangkan untuk wilayah Sumatera Utara, ada sebanyak46,26persen usaha baru mulai beroperasipada rentang tahun 2017–2019, sebanyak 31,81persen usaha sudahmemulai usahanya pada rentang tahun 2010–2016, dan sebanyak21,93persen usaha yang sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun.
Usaha E-Commercedi provinsi Sumatera Utara didominasi oleh sektor perdagangan, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor sebesar 44,34 persen, lalu sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum sebesar 14,22 persen dan sektor pengangkutan dan pergudangan sebesar 12,29 persen.
Media penjualan yang digunakan berupa pesan instan berupa aplikasi Whatsapp, Line, Telegramdan sebagainya mencapai 87,71 persen, diikuti penggunaan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya sebesar 58,55 persen dan Marketplace/Platform Digitalseperti Shopee, Tokopedia, Lazada dan sebagainya sebesar 24,82 persen.
Untuk jenis barang dan jasa e-commerce yang dijual selama tahun 2019 di provinsi Sumatera Utara adalah jenis makanan, minuman dan bahan makanan diikuti fashion(baju, kemeja, jaket, jilbab, aksesorisdan sebagainya) masing-masing sebesar 27,71 persen dan 21,45 persen.
Usaha ini kebanyakan menggunakan metode pembayaran COD (Cash On Delivery) dimana pembeli bisa membayar pesanan secara tunai di lokasi pembelian dengan menggunakan uang cashatau membayar pada saat pesanan tiba di tempat tujuan.
Pembayaran dilakukan kepada kurir yang mengantarkan barang ke rumah pembeli, kantor atau ke tempat lain yang diinginkan. Lebih dari separuh usaha e-commerce (72,05 persen) di hampir semua lapangan usaha, menggunakanmetode pembayaran ini. Pembayaran berikutnya adalah pembayaran dengan transfer bank, baik melalui ATM, internet banking, maupun mobile bankingsebesar 20,72 persen dan hanya 6,99 persen konsumen Sumatera Utara membayar melalui E-walletatau Dompet Elektronik seperti Ovo, Gopay, Shopeepay, Dana, LinkAja dan sebagainya.
E-CommerceJuga Terdampak Covid-19E-commercemerupakan usaha yang sangat menjanjikan ke depannya. Berdasarkan profil usaha E-commerce2020, sebagian besar usaha e-commerceSumatera Utara merupakan usaha berpendapatan kurang dari Rp300 juta per tahun dengan jumlah proporsi usaha 64,10persen dari keseluruhan usaha e-commercedengan pendapatan dari usaha e-commerceitu sendiri sebesar 80,48 persen.
Selanjutnya adalah usaha dengan pendapatan antara Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar sebanyak 28,43 persen usaha dengan pendapatan dari usaha e-commerce sebesar 17,35 persen.
Dan yang terkecil adalah usaha dengan pendapatan antara Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliarsebanyak 7,47persen usaha dengan pendapatan dari usaha e-commercesebesar 2,17 persen.Mewabahnya virus corona (COVID-19) dan kebijakan pembatasan gerak, telah menyebabkan berkurangnya interaksi langsung antar pelaku usaha dalam menjalankan roda perekonomian dan perdagangan.
Hal ini turut berdampak pada pola konsumsi dan cara belanja masyarakat, yang awalnya konvensional (tatap muka langsung dengan pedagang) beralih ke belanja online.Dari segi perekonomian, tidak sedikit perusahaan terutama skala kecil dan menengah yang penjualannya menurun drastis.
Ada sebanyak 85,86persen pelaku usaha e-commercedi Sumatera Utara mengalami penurunan pendapatan usaha, sedangkan yang mengalami peningkatan penjualan hanya sekitar 3,67persensaja, dan hanya 10,47persen pelaku usaha mengaku tidak terpengaruh pandemi COVID-19 atau pendapatannya sama dengan sebelum ada pandemi.
Jika dilihat dari komposisi usaha e-commerceyang pendapatannya meningkat, sebanyak 1,84persen pendapatan meningkat antara 25%-50% dan sebesar 1,84persen meningkat kurang dari 25%.Dari sisi penurunan pendapatan, terdapat 9,68persen usaha di Sumatera Utara yang pendapatannya menurun kurang dari 25%. Persentase penurunan pendapatan 25%-50% dialami oleh sebanyak 37,43 persen usaha, penurunan 51%-75% dialami 19,37persen usaha, dan 19,37 persen usaha mengalami penurunan lebih dari 75%Selama masa pandemi, usaha e-commercejuga mengalami penurunan volume transaksi sebesar 85,60 persen.
Tercatat10,73 persen usaha yang volume transaksinya sama dengan volume transaksi pada saat sebelum adanya pandemi COVID-19. Hanya sekitar 3,67persen usaha yang mengalami peningkatan volume transaksi selama pandemi.Selain penurunan pendapatan usaha, dan volume transaksi, pandemi COVID-19 juga mempengaruhi kelancaran pendistribusian barang dari usaha E-Commerce.
Sebesar 84,03persen usaha mengalami penurunan dalam hal kelancaran pendistribusian barang, dan hanya 12,30persen usaha yang kelancaran pendistribusian barangnya tidak terpengaruh sama sekali dengan pandemi, atau sama dengan masa sebelum ada pandemi.
Namun ada sekitar 3,67persen usaha yang kelancaran pendistribusi barangnya justru meningkat selama pandemi.Kendala terbesar yang dihadapi oleh usaha e-commercedi Sumatera Utara tahun 2019 adalah kurangnya permintaan barang/jasa yang dijual yaitu sebesar 66,51persen.
Kendala berikutnya adalah kurangnya permodalan yaitu 21,69persen. Sementara Keterbatasan akses internet dirasakan oleh 6,02persen usaha. Kurangnya tenaga kerja yang terampil dirasakan 3,85 persen usaha dan kecurangan dalam proses jual beli dirasakan 1,93 persen usaha e-commerce.
Dari keadaan yang ada jelas bahwa COVID-19 sangat berdampak pada menurunnya kegiatan usaha e-commercedi Indonesia khususnya Sumatera Utara.
Dibutuhkan upaya kongkrit baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk memperkuat dan meningkatkan kembali transaksi e-commerce. Upaya tersebut dapat berupa akses perbankan untuk permodalan, bantuan pengembangan dan pelatihan keterampilan tenaga kerja di berbagai sektore-commercedan bantuan pemasaran dan kerja sama dengan marketplaceguna memperluas jangkauan pendistribusian barang dan jasa untuk meningkatkan penjualan.
Penulis adalah Fungsional Statistisi di BPS Provinsi Sumatera Utara