loader

Dukung PSR, GAPKI Siapkan Beragam Skim Kemitraan Sawit

Foto

PALEMBANG, GLOBALPLANET - Bagi pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit, program PSR menjadi salah satu upaya meningkatkan produktivitas kebun sawit dan mendongkrak produksi tanpa harus menambah lahan. Sebab itu perusahaan perkebunan kelapa sawit telah berkomitmen menjadikan percepatan Program PSR sebagai fokus utama Program Kerja tahun 2021.

Untuk mendukung program PSR tersebut, pihak GAPKI telah melakukan pertemuan dengan Menko Perekonomian pada bulan September 2020 lalu, harapannya bisa membantu percepatan pelaksanaan Program PSR.

Juga melakukan upaya kerjasama dengan Asosiasi Petani untuk memfasilitasi Kelompok Tani/Koperasi untuk dapat Bermitra dengan Anggota GAPKI, memfasilitasi Kelompok Tani/Koperasi Petani untuk dapat Bermitra dengan Anggota GAPKI. Berkoordinasi dan Fasilitasi Surveyor Indonesia untuk mendapatkan mitra kelompok tani/koperasi dengan anggota GAPKI di masing-masing Cabang/Propinsi.

“Melakukan pendataan proses dan progres PSR dari anggota GAPKI di masing-masing cabang GAPKI. Membentuk Satgas PSR,” tutur Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 7, bertajuk “Meningkatkan Peranan Petani Sawit Rakyat Melalui Subsidi Replanting Dan Subsidi Sarana Prasarana,” Rabu 28 April 2021 lalu.

Lebih lanjut tutur Eddy, bentuk kemitraan dengan petani bisa dalam empat bentuk kemitraan, pertama kemitraan dengan Pendampingan Kultur Teknis, bentuk kerjasama ini berupa Training dan Supervisi, dengan mekanisme, Kelompok Tani (KT) atau Koperasi Unit Desa (KUD) mengerjakan sendiri tanpa bantuan pihak ketiga. Betuk kemitraan ini juga berupa pendanaan oleh KT/KUD denga pendanaan dari BPDP-KS dan Bank, sementara perusahaan perkeunan kelapa sawot hanya memberikan bantuan teknis.

Kedua, bisa berupa kontraktor Peremajaan, dimana kemitraan ini berbentuk pelaksanaan pembangunan kebun oleh pihak perusahaan, untuk skim kemitraa ini kata Edy, perusahaan perkebunan kelapa sawit selaku mitra akan membangunkan kebun sawit milik petani, sementara pihak KT/KUD melakukan pengawasan. “Pendanaan pada skim ini oleh KT/KUD melalui dukungan pendanaan dari BPDP-KS dan Perbankan,” katanya.

Lantas ketiga, skim kemitraan dengan model Avalist Full Commercial, pada kemitraan ini pembangunan dan Pengelolaan Kebun sawit milik Petani dilakukan hingga lunas kredit di perbankan. Sementara KT/KUD tidak terlibat dalam pembangunan kebun sawit. Skim ini didukung pendanaan dari pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit atau bia juga Perbankan. Selanjutnya, KT/KUD membayar cicilan kredit sampai lunas.

Keempat, kemitraan model Operator Pengelolaan. Dimana pengembangan dan pengelolaan kebun sawit petani dilakukan dalam rentang waktu tertentu. Mekanismenya, KT/KUD sebagai pemilik kebun sawit, lantas pendanaan bisa dengan pendanaan dari BPDP-KS dan Perbankan. Untuk pembangunan dan pengelolaan kebun sawit petani dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. “KT/KUD membayar management fee,” kata Eddy.

Sayangnya lebih lanjut tutur Eddy, dalam kemitraan tersebut masih ada saja kendala yang muncul, sehingga berpotensi menghambat berjalannya proses kemitraan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan petani.

Diantara kendala itu, misalnya ada sebagian petani sawit plasma yang sudah selesai masa kemitraannya, sehingga butuh waktu untuk upaya bersama dalam kesepakatan guna merajut kembali kemitraa yang sudah sempat terputus.

Selain kendala tersebut, kendala lainnya kata Eddy, masih banyaknya Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki petani yang berpindah tangan atau digadaikan, kondisi ini justru menjadi kendala dalam proses pengajuan kredit ke perbankan, lantaran tidak ada yang bisa menjadi jaminan.

Share

Ads