JAKARTA, GLOBALPLANET - Mengingat fenomena dimulai pada September 2020, ia menyebut setidaknya RI masih akan menikmati supercycle hingga September 2022 mendatang.
"Saya rasa kita akan menikmati harga supercycle 24 bulan-30 bulan. Jadi, kalau menghitung dari September tahun lalu, Insha Allah kalau tidak ada aral melintang, maka sampai September 2022," katanya, Jumat (17/9/2021) lalu.
Ia menyebut, setidaknya ada dua faktor yang mendorong siklus supercycle terjadi lebih alot dari sebelumnya, yakni permintaan dan perubahan iklim. Dia mencatat supercycle pada 2011 silam hanya berlangsung selama 14 bulan.
Namun, ia mewanti-wanti potensi supercycle bakal berhenti lebih cepat akibat kebijakan fiskal negara maju, seperti tapering The Fed. Kendati memanfaatkan momentum supercycle dengan mendorong ekspor komoditas RI, namun Lutfi menyebut pihaknya juga menyiapkan 'senjata' lain bila siklus supercycle telah habis.
"Alumina dan aluminium ingot yang mulai diekspor kira-kira Agustus lalu di Bintan mudah-mudahan akan terhitung ekspor US$3 miliar atau masuk top 30 ekspor kita. Mudah-mudahan bisa menjaga momentum ketika supercycle selesai," terang dia.
Sebelumnya, Lutfi sudah mewanti-wanti bahwa RI bakal memasuki periode supercycle atau saat beberapa komoditas bakal naik signifikan. Periode supercycle terjadi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi covid-19, permintaan pun diprediksi meningkat yang notabene membuat harga komoditas naik.
"Indonesia akan memasuki periode supercycle, di mana harga beberapa komoditas akan naik secara signifikan, terutama komoditas dasar, diakibatkan pertumbuhan ekonomi baru dari permintaan yang terjadi di masa pandemi dan setelah pandemi," jelasnya.
Menurut Lutfi, beberapa komoditas yang harganya naik dalam periode supercycle tersebut adalah minyak sawit, minyak bumi, gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), bijih besi, dan tembaga. Kendati demikian, Lutfi optimistis periode supercycle kali ini akan mendatangkan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.