JAKARTA, GLOBALPLANET - Terlebih merujuk Permentan No 38 tahun 2020, Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia, sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), telah menyepakati bahwa kebijakan ISPO tidak hanya wajib bagi pelaku usaha, namun juga diterapkan serupa kepada petani kelapa sawit.
Namun untuk penerapan kebijakan wajib ISPO untuk petani sawit akan diterapkan secara resmi lima tahun kedepan, cara demikian digunakan untuk memberikan kesempatan bagi petani melakukan adaptasi penerpan ISPO.
“Sesuai Permentan No 38 Tahun 2020, ISPO wajib untuk perusahaan perkebunan dan diterapkan wajib bagi petani (pekebun) 5 tahun sejak diberlakukannya Perpres,” katanya.
Lebih lanjut tutur Sunari, untuk masalah pembiayaan sejatinya dalam regulasi tersebut telah disinggung, seperti tercatat dalam Pasal 18 point 1 berbunyi, pendanaan sertifikasi ISPO diajukan oleh Perusahaan Perkebunan dibebankan kepada masing-masing Perusahaan Perkebunan.
Lantas pada Point 2, pendanaan sertifikasi ISPO yang diajukan oleh Pekebun (petani) dapat bersumber dari, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pendanaan tersebut disalurkan melalui kelompok Pekebun, gabungan kelompok Pekebun, atau Koperasi, dan dapat diberikan selama masa Sertifikasi ISPO awal. Sementara untuk ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi ISPO dan fasilitasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Tak hanya pendanaan ISPO, kata Sunari, sebelum petani mencapai proses sertifikasi ISPO, pihaknya juga mendukung petani guna memperkuat kelembagaan petani dan dukungan pembiayaan untuk sarana dan prasarana, sesuai Permentan No. 07 Tahun 2018 dan Keputusan Dirjen Perkebunan No. 273/2020.