JAKARTA , GLOBALPLANET - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akan merilis Bursa Sawit (Crude Palm Oil/CPO). Petani sawit berharap langkah ini dapat menjadikan harga tandan buah sawit (TBS) lebih berkeadilan.
Sebab, sejak larangan ekspor CPO 2022 lalu harga TBS petani kerap di bawah biaya pokok produksi dan itu bukan rahasia lagi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr. Gulat Manurung, C.IMA, mengatakan DPP Apkasindo sudah melakukan studi banding ke beberapa negara produsen CPO dan pembeli CPO seperti Malaysia, China, Pakistan, India dan terakhir mengadakan pertemuan dengan Asosiasi Petani Sawit Negara-negara produsen CPO yang difasilitasi oleh CPOPC.
“Terus terang semua itu telah menjadi sumber inspirasi kami untuk bisa lebih berperan dalam lobi diplomasi internasional. Selain itu kami juga menyimpulkan bahwa Dibanding negara-negara produsen CPO tersebut, harga referensi CPO Indonesia tidak kompetitif terkhusus di KPBN,” kata Gulat di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Selasa (10/10/2023).
Dia mengatakan, banyak yang harus kita perbaiki dan memulai dengan sukarela (voluntir) dalam keikutsertaan bursa CPO adalah tonggak sejarah bursa Indonesia dan Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko adalah pengagas suksesnya.
Di samping harga murah, dia mengungkapkan petani sawit pun produktivitasnya anjlok. Pasalnya, petani tidak melakukan dengan benar pupuk dan pemupukan selama 1,5 tahun laku lantaran harga TBS terus di bawah HPP dan pupuk yang harganya melambung naik sampai 300%. Saat memang harga pupuk sudah turun tapi dampak produktivitasnya akan memuncak pertengahan 2024 nanti.
Oleh karenanya, Gulat berharap agar Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko untuk persuasif mengajak pelaku usaha sawit untuk bertransaksi di bursa CPO. Menurutnya, pemerintah jangan ragu-ragu dalam pembentukan bursa tersebut dan bisa saja pemerintah bertindak affirmative action jika masih sepi bursa tersebut.
“Memang tidak ada dimuka bumi ini ikut bursa dengan cara dipaksa, tapi sudah sewajarnya Indonesia memiliki harga rujukan berstandart internasional (global). Tapi kalau masih sepi, bisa juga dengan cubit-cubit sikit,” lanjut Gulat.
“Pesan kami ke Pak Didid, Pertama, Bapak harus tetap berada di tengah supaya kami selamat,” pesan Gulat.
Dia menjelaskan, keberadaan bursa diharapkan banyak yang terlibat dalam jual beli, tidak hanya pelaku usaha melainkan juga petani sawit.
“Kedua, ketika ada bursa ini kami petani bisa beli CPO dari bursa untuk pabrik minyak makan merah yang sudah berdiri di Sumut dan selanjutnya provinsi lain. Selain itu urusan migor rakyat akan secara berangsur diurus oleh pabrik mini minyak goreng skala UMKM dan koperasi. Jadi banyak efek multiganda. Tolong kita sama-sama untunglah, Bapak di hilir, kami di hulu supaya kami bisa sejahtera dan bapak yang di hilir juga maju,” ungkap Gulat.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan bursa CPO yang akan dirilis Jumat besok (13/10/2023), akan memastikan harga yang terbentuk bisa kredibel. Sebab, di sana nantinya pembeli dan penjual punya hak yang sama. Dia menargetkan akan terbentuk harga yang kredibel di bursa CPO paling tidak 6 bulan kedepan.
“Sejak dini kami akan mendiskusikan dengan Kementerian Pertanian agar harga TBS bisa mengacu pada referensi harga yang terdapat di bursa sawit, bukan di KPBN lagi dan semua ini akan kami kembalikan ke Kementan tentunya dan urusan Revisi Permentan 01/2018 akan menjadi hal yang penting tentunya,” ujarnya. (sawit Indonesia)