JAKARTA, GLOBALPLANET - Dalam infografis itu WHO menganjurkan kepada masyarakat khususnya orang dewasa untuk tidak mengonsumsi makanan yang mengandung saturated fats (lemak jenuh) seperti minyak sawit dan minyak kelapa.
Namun kini, WHO regional Mediterania Timur telah menghapuskan informasi yang mencantumkan "do not eat saturated fats" atau tidak mengonsumsi makanan dari minyak sawit dengan kata "eat less saturated fats".
Perbaikan himbauan itu dilakukan setelah Pemerintah Indonesia dan Malaysia bersama para pemangku kepentingan industri sawit melakukan protes keras terhadap WHO.
Kampanye menyesatkan itu, bukan yang pertama kali. Dalam buletin resmi yang dirilis Januari 2019 bertajuk “The Palm Oil Industry and Noncommunicable Disesae” WHO bahkan menyetarakan industri sawit dengan industri tembakau dan alkohol karena memberikan dampak negatif kepada manusia dan kesehatan di bumi. Hanya saja hingga kini WHO tidak pernah meralat pernyataannya.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam suratnya kepada WHO menyebutkan organisasi kesehatan dunia tersebut perlu menciptakan perspektif yang seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus.
Menurut Mahendra, Pemerintah Indonesia sangat prihatin dengan konten materi yang tidak berimbang dan menyampingkan konsumsi minyak sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi.
Karena itu, Mahendra meminta WHO untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus. Dalam surat tersebut, terdapat 7 poin yang mengoreksi artikel WHO.
Sementara itu, Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries atau CPOPC dalam suratnya kepada WHO mengklarifikasi bahwa meski punya kandungan lemak jenuh tinggi, minyak sawit merupakan sumber minyak goreng yang paling banyak digunakan di dunia. Minyak kelapa sawit aman dikonsumsi karena memiliki komposisi beragam asam lemak yang seimbang dan telah dikonfirmasi oleh banyak studi penelitian ilmiah secara global.
CPOPC berpendapat minyak kelapa sawit adalah sumber tokotrienol yakni suatu bentuk vitamin E yang sangat baik untuk tubuh. Antioksidan ini melindungi sel-sel yang dapat mengurangi risiko masalah kesehatan tertentu seperti penyakit jantung dan kanker.
"Infografis WHO menyesatkan dan tidak akurat. Minyak sawit adalah minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia," tulis CPOPC dalam penjelasan resminya.
Ketua Umum DMSI (Dewan Minyak Sawit Indonesia), Derom Bangun, bersyukur bahwa WHO telah merevisi himbauan negatif dalam infografis tersebut. “Saat ini palm oil atau minyak sawit tidak ada tertulis lagi. Kalau minyak kelapa yang semula tertulis sekarang masih tertulis," kata Derom Bangun.
Derom mengharapkan, ke depan organisasi dunia seperti WHO tidak lagi mengulang pernyataan negatif yang berpotensi merusak industri sawit sebagai indutri strategis Indonesia terutama ditengah pandemi saat ini.“Minyak sawit sehat karena punya kandungan berimbang antara saturated dan monounsaturated,” kata Derom Bangun
Guru Besar Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada, Profesor Sri Raharjo mengatakan minyak sawit merah alami atau Virgin Red Palm Oil (VRPO) punya kandungan asam palmitat yang merupakan lemak jenuh dan salah satu komponen dominan di dalam minyak sawit.
Asam palmitat berperan penting dalam memberikan perlindungan terhadap paru-paru yang sehat dan merupakan komponen utama dari senyawa fosfolipida yang melapisi dinding bagian dalam rongga alveoli paru-paru.