OKI, GLOBALPLANET - Ratusan warga Desa Darat, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) demonstrasi di Pemkab OKI pada Rabu (26/9/2024). Warga menyampaikan merasa dizolimi perusahaan perkebunan yang menguasai lahan warga.
Anipah, salah satu warga Desa Darat yang ikut berunjuk rasa di halaman kantor Pemkab OKI mengatakan, sebenarnya ini tahap kedua, di mana tahap pertama dulu perundingan. Lalu pihak perusahaan mendatangkan alat berat untuk membuat kanal, dengan alasan akan menjalankan program plasma.
“Saat perundingan, katanya tanah milik rakyat. Namun saat warga akan mencari ikan atau masuk wilayah tersebut, tidak diperbolehkan oleh pihak-pihak tertentu, dengan alasan lahan milik perusahaan,” katanya dilansir dari beritaanda, Jumat (27/9/2024).
Yang pertama, katanya, kanal untuk program plasma, dan kedua ini dibuat kanal untuk sekat api. Lanjut dia, nama perusahaan tersebut, kami tidak tau. Tapi yang jelas anarkis, banyak bekingan preman, padahal lahan itu milik rakyat semua.
“Kami meminta proyek yang telah dilakukan perusahaan tersebut untuk dihentikan, dan kepada pihak kepolisian tolong dijaga pak, jangan sampai terjadi bentrok dengan pihak-pihak tertentu yang membekingi perusahaan,” katanya.
Lanjutnya menceritakan, lahan yang sudah atau baru digarap pihak perusahaan dalam satu bulan ini sekitar 10 hektar, dan yang sudah dipetakan dengan titik koordinat sekitar 300 hektare yang diklaim milik mereka. Padahal itu seluruhnya tanah masyarakat, tidak ada lahan kosong.
“Dalam sebulan ini sekira 10 hektar digarap oleh perusahaan, tanpa ada persetujuan dan sosialisasi ke masyarakat. Mereka ngomong ada plasma, tapi alat berat sudah datang tanpa pemberitahuan, padahal belum ada keputusan,” ujarnya.
Masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa di lokasi dan ketika mendatangi camat, katanya tidak bisa apa-apa karena lahan tersebut sudah dijual oleh oknum, dengan catatan terdapat 147 SPH yang sudah ditandatangani oleh camat.
“Sedangkan lahan yang dicaplok itu milik masyarakat semua. Lahan yang dicaplok sudah dipetakan, dan masyarakat tidak punya surat atau hak lagi. Ada juga cerita kades mengumpulkan KK, lalu dijadikan SPH, tanpa ada informasi apapun,” ungkap dia.
“Dan ketika kami mau memintanya, tidak mau memberikan 147 SPH tersebut, dengan alasan sudah dikasih kompensasi sebesar Rp 2 juta. Dalam 1 surat tersebut, luas tanah 2 hektare,” jelasnya.
“Jadi pada saat masyarakat menandatangani surat itu tidak membaca lagi, tapi ada juga yang jeli, lalu membaca, dimana tertera bahwa itu surat jual beli, harganya Rp 2 juta, dan sudah dibayarkan sekira 2 bulan lalu, padahal semula katanya itu uang kompensasi,” katanya.
Sumber : beritaanda