PALEMBANG, GLOBALPLANET - Institute for Essential Service Reform (IESR) bersama media massa menggelar forum diskusi tentang Perkembangan Kebijakan dan Regulasi dalam Transisi Energi, Selasa (20/10/2024) di Fave Hotel Palembang.
Dengan narasumber dari Koordinator Riset Sosial, Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jessica Mendrofa, Perencana Ahli Pertama, Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas, Dyah Perwitasari, dan Aryansyah selaku Kepala Bidang Energi, Dinas ESDM Provinsi Sumatera Selatan.
Institute for Essential Service Reform (IESR) merupakan lembaga riset dan advokasi
yang berfokus pada isu energi dan lingkungan. IESR juga aktif mendorong transformasi
menuju sistem energi rendah karbon dan berkelanjutan dengan melakukan asistensi dan membangun kemitraan strategis dengan aktor pemerintah dan non pemerintah baik di
tingkat nasional maupun subnasional.
IESR melihat bahwa salah satu aktor penting dalam mewujudkan transisi energi
adalah media massa. Media massa berperan dalam mengawal isu perubahan iklim
termasuk program dan kebijakan transisi energi dari pemerintah melalui narasi yang
disampaikan.
Sebagai media massa yang berada di Provinsi penghasil batu bara, perlu dipastikan bahwa seluruh media mampu memahami dinamika transisi energi di Indonesia khususnya dalam hal regulasi sebagai pedoman menuju transisi energi. Hal ini guna memberikan informasi akurat untuk memfasilitasi publik secara inklusif.
"Kita melihat media harus punya peran penting dan harus diperhatikan bagaimana bisa menyalurkan informasi dari pusat, dari daerah untuk masyarakat. Jadi, diskusi hari ini kita ingin tahu apa yang menurut media penting dan apa yang menurut kita penting supaya nanti kedepan kita sama - sama hasilnya sesuai dengan isi - isu yang ada di level lokal," ujar Martha Jessica Mendrofa diwawancarai usia kegiatan, Selasa (22/10).
Lanjutnya, untuk pendanaan soal transisi energi itu ternyata sangatlah besar. "Butuh banyak bantuan dari berbagai sumber, karena anggaran publik baik nasional maupun daerah tidak bisa menghasilkan dana yang sekian banyak itu. Sehingga, dari mana dananya. Nah itu yang perlu kita cari tahu dan yang secara nasional diinginkan atau yang potensial bantuan dari Negara - Negara Maju, karena mereka sudah selesai dengan pertumbuhan ekonomi mereka. Jadi, emisi mereka sudah rendah sedangkan kita masih ingin bertumbuh dan terkadang pertumbuhan ekonomi itu selaras dengan pertumbuhan emisi juga," jelas Martha.
Sambungnya, sebagai negara yang masih berkembang sangat berharap banyak pendanaan dari bilateral, multilateral, dari perbankan internasional dan domestik untuk bisa sama - sama melakukan program - program yang tidak hanya pokus pada program informasi dan sosialiasi seperti ini tetapi juga program pembangunan secara fisik ke EBT itu.
"Jadi pendanaan, need dan source (kebutuhan dan sumber) harus disesuaikan," katanya.
Masih kata Martha bahwa, Sumatera Selatan sebagai salah satu penghasil Batu Bara ternyata lebih kompleks masalah transisi energi dari wilayah lainnya. "Karena banyak masalah yang terjadi dengan adanya sumber batu bara yang ada disini masih di produksi. Jadi, berbicara Transisi Energi di Sumsel itu kita tidak bisa hanya fokus kedepan. Tapi juga harus pokus bagaimana menyelesaikan masalah yang ada sekarang dimulai dari menyelesaikan masalah pasung pada posos, kesehatan, dan masalah legalisasi dan kualitas lingkungan yang sudah terkhianati dari adanya pertambangan yang ada sekarang," ungkapnya.
"Dan itu dilakukan paralel dengan diskusi kita mempersiapkan masa depan Transisi Energi nya," pungkasnya.
Ditempat sama, Kepala Bidang Energi, Dinas ESDM Provinsi Sumatera Selatan, Aryansyah mengatakan, untuk melaksanakan transisi energi ini artinya perlu sosialisasi yang harus sampai pada tahapan ke masyarakat yang paling bawah.
"Sampai paling bawah maksudnya ke ibu - ibu rumah tangga, dan lainnya bahwa kita nanti tidak lagi memanfaatkan atau tidak tergantung kepada misalnya minyak tanah atau solar. Jadi, informasi - informasi ini yang harus atau menjadi titik utama untuk segera di sampaikan ke masyarakat dan menjadi target pemerintah provinsi selain dengan mempersiapkan berbagai macam peta atau maving soal potensi di masing - masing kabupaten," katanya.
Menurutnya, karena tiap daerah mempunyai potensi yang berbeda. "Misalnya di daerah Pagar Alam kurang efektif kita bangun misalnya PLTS karena disana daerah dingin, atau lebih baik karena pegunungan dengan tenaga air bagusnya. Jadi, informasi - informasi kemudian maving atau pemetaan tentang potensi ini yang perlu menjadi titik utama bagi pemerintah provinsi," ujarnya.
Masih katanya, infrastruktur dan mekanisme kita soal transisi energi harus segera diselesaikan termasuk salah satunya membangun atau memanfaatkan EBT karbon trending untuk pemerintah provinsi itu bagaimana.
"Hitungan - hitungan ini yang lagi kita rumuskan sehingga nanti memberikan efek terhadap pemerintah provinsi, atau industri di Sumsel yang mengembangkan EBT benefit kemereka itu apa, ini yang lagi kita buat perhitungan. Sampai tahap persiapan itu di skema kita sehingga nanti kedepannya karbon trending ini menjadi efek balik ke kita sehingga kita mendapatkan keuntungan dari pengembangan EBT," pungkasnya.