MUBA, GLOBALPLANET.news - Dahulu, anak-anak SAD belajar di balai kecil yang dibangun secara swadaya. Balai itu digunakan bergantian dengan ibu-ibu setempat yang mengenyam ilmu bercocok tanam. Bahkan belajar pun hanya bisa dilakukan dua hari dalam sepekan.
Fasilitas pendidikan itu kini berubah seiring waktu dan menjadi lebih baik lagi saat dibangun balai pendidikan yang lebih layak dan nyaman. Bahkan anak-anak pun makin antusias mengikuti proses belajar.
"Saya sangat senang karena bisa belajar setiap hari,” ujar Rika, anak perempuan berusia 11 tahun.
Di Desa Pagar Desa terdapat 27 anak usia sekolah yang semuanya tingkat SD. "Mereka memang sangat ingin memiliki sarana pendidikan. Hasrat belajar mereka tinggi sekali. Harapan kami awal tahun ajaran baru saung tersebut sudah bisa digunakan," timpal Kepala Desa Pagar Desa, Firman Luter Hia.
Harapan itu akan segera terwujud karena Ketua TP PKK Kabupaten Muba, Thia Yufada Dodi Reza, notabene istri Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin telah berkomitmen meresmikan penggunaan balai tersebut pada 26 Juli 2021. Tanggal itu sengaja dipilih dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional.
“Alhamdulilah ada kerjasama dari pihak kabupaten dan kecamatan bersama pihak ketiga yang bisa membantu SAD ini," ujarnya seraya berharap fasilitas pendidikan ini dapat memberantas buta huruf di desanya. Yang dimaksud dengan pihak ketiga, tak lain PT Marga Bara Jaya, yang menyalurkan bantuan melalui program tanggung jawab sosial korporasi (CSR).
Pendi, tokoh masyarakat setempat, menyambut baik pendirian balai. "Kami ingin anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak, maka itu saung ini sangat penting agar mereka punya tempat belajar. Terima kasih juga kepada Pemkab Muba, PT MBJ, dan pemerintah desa,” sahutnya. “Jangan sampai anak-anak seperti kami orangtuanya yang buta huruf."
Pendirian balai itu terwujud atas inisiatif Keluarga (TP PKK) Kecamatan Bayung Lencir dan Kabupaten Muba untuk warga SAD di wilayah Rompok Soak Buring, Desa Pagar Desa, Kecamatan Bayung Lencir, Muba dan Desa Pangkalan Bayat.
"Saung belajar ini tentu sangat membantu mereka memperoleh pendidikan, ibaratnya pengganti gedung sekolah. Maka itu seluruh SAD yang ada bisa membaur terhadap masyarakat saat mendapatkan pendidikan," timpal Firman.
Dalam jangka panjang, diharapkan dari saung ini jumlah masyarakat SAD terdidik akan meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir jumlah masyarakat SAD yang mengecap pendidikan dari tingkat SD hingga perguruan tinggi naik cukup pesat. Ini tak terlepas dari pengaruh modernisasi yang merambah pemukiman mereka.
Masyarakat SAD di Bayung Lencir pada umumnya sudah beradaptasi dengan masyarakat umum, seperti berpakaian, menetap di rumah. Mereka juga memiliki televisi, radio bahkan parabola.
SAD atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Jumlah populasi mereka saat ini diperkirakan mencapai 200.000 orang.
Pada umumnya mereka hidup secara nomaden dan mencari nafkah dengan berburu dan mengumpulkan buah-buahan dari hutan. Walau tak sedikit juga saat ini yang menetap di suatu tempat dan berbaur dengan warga sekitar. Banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya. Dan banyak juga warga SAD di daerah Musi dan Rawas menerima modernisasi termasuk penggunaan kendaraan bermotor.