TIDAK - bisa dipungkiri bahwa anak muda Indonesia memiliki semangat bersaing yang tinggi, baik secara positif maupun negatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan berita mengenai pelajar yang mengharumkan nama Indonesia di ajang-ajang nasional dan internasional. Tetapi, di satu sisi sangat membanggakan, di sisi lain muncul berita mengenai tawuran antarpelajar, antarpemuda atau antargeng.
"Budaya" tawuran di Indonesia dapat dikatakan sebagai fenomena sosial yang kurang baik dan tidak diinginkan. Tawuran seringkali diperkuat oleh sejumlah faktor, seperti perbedaan politik, rasial, atau agama, dan umumnya tawuran itu pengungkapan ekspresi dari kelompok subkultur tertentu sebagai ajang eksistensi kelompok di atas kelompok lainnya atau mereka tawuran atas nama solidaritas.
Bisa jadi karena mengatasnamakan solidaritas, mereka yang ikut hanya ikut-ikutan dan belum jelas betul pokok permasalahannya. Meski begitu, tak sedikit anak-anak muda remaja yang ingin menunjukkan eksistensi dengan mengikuti ajang perkelahian unfaedah ini. Remaja tersebut sedang mencari jati diri di mana melihat tawuran sebagai ajang 'gagah-gagahan', mereka dengan bangga dan berwajah 'digarang-garangkan' menyatroni satu sama lain.
Indonesia dan Kemerdekaan Semu
Masyarakat kita sebenarnya sudah resah melihat tawuran dilakukan anak muda karena jelas menimbulkan banyak efek negatif di lingkungan sekitar. Tentu kasus ini termasuk indikasi yang serius dalam permasalahan problematika sosial dan perlu ditangani secara serius juga agar bisa memitigasi risiko dan segala kemungkinan yang timbul akibat tawuran ini, bisa jadi nyawa melayang.
Kasus tawuran yang terjadi di Jakarta Utara akhir-akhir ini menyisakan keprihatinan dan kemirisan yang amat mendalam, kenapa, karena bulan puasa ini seharusnya menjadi ajang untuk berlomba dalam kebaikan dan memohon ampunan kepada yang Maha Kuasa bukan berlomba saling mengekpresikan egonya untuk menunjukkan eksistensi sosial, karena itu jelas salah!