loader

Efek Selat Hormuz Dapat Memicu Kenaikan Harga CPO Dunia

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - Tewasnya pimpinan militer Iran oleh Drone USA minggu lalu, diperkirakan akan menyulut ketegangan politik dan militer antara USA - Iran di kawasan Selat Hormuz. Ketegangan baru tersebut (efek Hormuz) akan mengganggu pasokan BBM fosil dunia.

“Perlu dicatat bahwa 30 persen BBM fosil dunia dipasok dari Selat Hormuz ini. Sehingga jika pasokan BBM fosil daei Selat Hormuz terganggu akan memicu harga BBM fosil dunia membubung tinggi,” kata Dr. Tungkot Sipayung, Pengamat Ekonomi dan Direktur Eksekutif PASPI dalam keterangan resmi yang diterima GlobalPlanet, Selasa (7/1/2020).

Menurut Tungkot, Pasar BBM fosil dunia telah bereaksi. Harga kontrak minyak mentah Brent Senin (6/1) telah naik ke level USD 70.24 per barrel atau naik sekitar 2.4 persen dibanding harga penutupan jumat ( 3/1) lalu. Para pengamat pasar minyak memperkirakan efek Hormuz tersebut akan dapat memicu kenaikan harga BBM dunia mencapai USD 100 per barrel tahun 2020 ini.

Perkiraan kenaikan harga BBM fosil tersebut akan menambah energi tambahan untuk mengangkat harga CPO dunia naik lebih tinggi dibanding perkiraan semula. Sebagaimana selama ini , harga CPO selalu terpaut dengan harga BBM fosil dunia. “Jika harga BBM fosil dunia naik, harga CPO dunia juga akan naik,” terangnya.

Tanpa efek Hormuz tersebut saja, dalam empat bulan terakhir harga CPO dunia ( c.i.f Roterdam) telah naik hampir dua kali lupat, dari rata rata USD 497/ ton bulan Agustus 2019 menjadi rata rata USD 788/ ton pada Desember 2019. Bahkan pada Minggu pertama Januari 2020 telah mencapai USD 880 per ton.

“Kenaikan CPO dunia tersebut adalah akibat B30 Indonesia dan efek El Nino 2018/2019, dan belum mengikutkan efek Hormuz tersebut,” Jelasnya.

Dengan ekspektasi kenaikan BBM fosil dunia akibat effect Hormuz terserbut, tidak tertutup kemungkinan bahwa harga CPO dunia akan dapat menembus USD 1000 per ton , yang lebih tinggi dari perkiraan semula yakni USD 800 per ton.

Potensi kenaikan harga CPO dunia yang lebih tinggi tersebut, makin memberi kegairahan bagi pelaku industri sawit. Para petani sawit yang jumlahnya sekitar 2.6 juta Rumah Tangga pada 200 kabupaten sentra sawit akan makin tersenyum.

“Keputusan pemerintah untuk mengurangi impor solar fosil dengan menggantikanya dengan biodiesel sawit (B 30) makin memperoleh momentum yang tepat dan mengurangi beban impor solar yang potensial makin besar akibat efek Hormuz tersebut,” terangnya.

Momentum ini juga sangat tepat untuk mempercepat produksi bensin sawit yang sudah direncanakan sebelumnya, sehingga kenaikan harga BBM fosil dunia tidak menjadi beban bagi perekonomian nasional.

“Tahun 2020 ini perlu dijadikan momentum baru bagi industri sawit nasional untuk naik kelas dan makin berperan dalam perekonomian nasional,” pungkasnya.

 

Share

Ads