JAKARTA, GLOBALPLANET - "Analisa kasar saya, peningkatan ekspor tidak akan sesignifikan tahun-tahun sebelumnya. Kenapa? karena penggunaan domestik akan meningkat. Apalagi ada program Biodiese 50 Persen (B50)," kata Joko Supriyono di Kementerian Pertanian Jakarta, dilansir dari Republika, Rabu (8/1/2020).
Joko menambahkan, hal serupa juga bakal terjadi pada tingkat produksi kelapa sawit nasional. Sebab, hingga kini pemerintah masih memberlakukan moratorium perluasan lahan perkebunan sehingga hanya memanfaatkan 14,03 juta hektare lahan yang tersedia.
Soal target pemerintah untuk menaikkan ekspor perkebunan tiga kali lipat, Joko menilai bahwa komoditas sawit tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu lima tahun. Pasalnya, upaya peningkatan produksi saat ini hanya dilakukan dengan cara intensifikasi lahan lewat peremajaan kebun kelapa sawit dengan penanam kembali agar produktivitas kembali tinggi.
Dalam proses peremajaan itu, sedikitnya dibutuhkan waktu lima tahun untuk pohon kelapa sawit berproduksi secara optimal. "Rata-rata ekspor sawit kita 30 juta ton per tahun dengan nilai sekitar 20 miliar dolar AS. Kalau mau ditingkatkan jadi 90 juta ton, ya barangnya ada tidak? Tinggal dihitung saja," katanya.
Joko mengatakan, jika ingin lebih mengutamakan kenaikan nilai ekspor, tentu harus didukung dengan peningkatan harga kelapa sawit. Oleh sebab itu, upaya pemerintah pada prinsipnya memotivasi pelaku usaha untuk terus memacu ekspor komoditas perkebunan.
"Semangatnya adalah peningkatan ekspor secara signifikan. Tapi untuk sawit kita harus berbicara jangka panjang dan itu tergantung peta jalan kelapa sawit," ujarnya.