PALEMBANG, GLOBALPLANET - Hal ini diutarakan Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian ketika dijumpai, Selasa (10/11/2020).
"Keinginan petani untuk membentuk UPPK sudah menggebu-gebu, tapi karena payung hukumnya belum ada Pemerintah Kabupaten belum siap mengumpulkan petani, kami mengharapkan agar kabupaten bergerak aktif," ungkap Rudi.
Ia meyakini pembentukan UPPK ini mampu memperbaiki harga kelapa di tingkat petani, karena skema tersebut juga diterapkan Unit Pengolahan dan pemasaran Bahan olah karet (UPPB).
Dengan UPPK, petani dapat fasilitas dari pemerintah dan pasarnya, bukan hanya bantu alat lalu ujung-ujungnya tak berkembang karena kesulitan pemasaran.
"Ongkos angkut keluar Provinsi tinggi, sementara provinsi lain sudah ada komoditi yang sama sehingga kita kalah saing, jadi makanya disiapkan pasarnya," kata dia.
Untuk tahap pertama, karena rata-rata tanaman Kelapa ada di Kabupaten Banyuasin dibentuk 10 UPPK sebagai percontohan. Potensi luas areal kelapa di Provinsi Sumsel 65.242 Ha Produksi 57.570 ton Kopra
Wakil ketua DPN Perhimpunan Pengusaha Kelapa Indonesia (Perpekindo) Muhammad Asri mengatakan, wacana pembentukan UPPK bagus untuk menjaga stabilitas harga, karena yang jelas khususnya di Sumsel pasar Kelapa sangat sensitif dan tergantung kuota ekspor yang mendominasi dibandingkan permintaan domestik.
"Dimana satu tahun bisa 1000 kontainer untuk ekspor. Upaya yang dilakukan Pemerintah arahnya ke pengolahan, kami mendukung," ungkap dia.
Asri menjelaskan, saat ini harga kelapa masih terbilang bagus yakni Rp 2.500 - Rp 2.800 satu butir yang mulai bagus hampir satu bulan terakhir. Karena pernah harga kelapa Rp500 per butir.
"Makanya, perlu peran pemerintah untuk menjaga harga tidak terlalu rendah di tingkat petani dengan dukungan penyediaan infrastruktur yang bisa menekan cost operasional, " pungkasnya.