JAKARTA, GLOBALPLANET. - Derom Bangun, Ketua Umum DMSI, komersialisasi kebun sawit dimulai pada 18 November 1911. Inilah sejarahnya penetapan Hari Sawit Nasional pada 18 November. Perayaan Hari Sawit Nasional dimulai pada 18 November 2017 yang menjadi peringatan bersama setiap bersama.
“Dalam peringatan hari sawit, perlu dipikirkan kemajuan yang telah dicapai dan apa yang perlu diperbaiki ke depan,” ujar Derom yang akrab dipanggil Duta Besar Sawit ini.
Menurut Derom, tahun 2019 nilai ekspor sawit sekitar 20,5 milyar dollar AS dan di tahun 2020 ini diperkirakan besaran nilai ekspor yang sama juga masih dapat diraih. “Industri sawit dapat menjadi kebanggaan bagi kita semua, meskipun dalam bidang usaha berbisnis sawit – baik oleh petani dan juga perusahaan besar disana–sini yang dirasakan oleh para pelaku usaha sawit, keadaannya belum kondusif,” ujarnya.
Pasar Domestik diproyeksikan tumbuh dari 10,9 juta ton pada 2019 menjadi 12,6 juta ton pada 2025 (pertumbuhan 3,5% p.a). Lalu konsumsi domestic ini akan ditambah bagi BBN (Bahan Bakar Biohidrokarbon) dari 5,8 juta ton pada 2019 menjadi 32,4 juta ton pada 2025. “Oleh karena itu, lahan kebun sawit yang sekarang 16,38 juta hektare tidak boleh berkurang,” ujarnya.
Ir. Gulat Manurung, MP, CAPO, Ketua Umum DPP APKASINDO, mengatakan aturan turunan UU Cipta Kerja perlu dikawal untuk menyelesaikan persoalan kebun sawit di dalam kawasan hutan. Petani ingin kebun yang terlanjur tanam sawit di kawasan hutan supaya segera dikukuhkan menjadi “legal”supaya dapat diikutsertakan program Peremajaan Sawit Nasional (PSN) ,lalu mencapai sertifikasi lestari berkelanjutan ISPO.
“Rancangan peraturan pemerintah dari UU Cipta Kerja ini perlu di kawal. Karena berpeluang mempidanakan petani di dalam kawasan hutan,” jelasnya.
Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI, mengatakan tantangan besar sangat dibutuhkan. Kita akan terus menghadapi masalah dimana masalah kita tetap besar. “Memang RPP turunan UU Cipta Kerja ini perlu dikawal. Sedikit-dikit denda dan cabut izin. Saya setuju dengan Pak Gulat untuk kawal,” ujarnya.
Yang menjadi pertanyaan apakah makin mudah berusaha dan mempermudah lapangan kerja. “ Ini kita ukur saja, apakah PP ini memenuhi kriteria,” ungkap Joko.
Dari aspek perdagangan, menurut Joko, pemerintah sebaiknya dapat membantu untuk mengatasi hambatan dagang di negara tujuan ekspor.“Persoalan sekarang, negara tujuan ekspor ikut-ikut membuat regulasi dagang. Ini yang perlu dibantu pemerintah,” tambahnya.
Joko mengatakan pelaku sawit perlu mengajak pemerintah dalam upaya mengelola sawit di pasar global. “Jika ingin menjadi market leader, perdagangan perlu menjadi panglima,” paparnya.
Prof. Bungaran Saragih mengatakan sawit ini kebanggaan Indonesia yang menjadi simbol bangsa ini. “Kita telah menjadi global player dan most powerful producer maupun eksportir. Sawit dari tidak terkenal menjadi pemain utama. Tapi cara kita sebagai bangsa mengelola ini belum kita dapatkan. Lalu cara mengelola ini dipengaruhi masa lalu, bukan cara di masa depan bagaiman kita pemimpin dunia,” jelasnya.
Bungaran mengatakan apabila komoditas strategis ini tidak dapat dikelola baik. Maka, komoditas sawit ini akan hilang. “Persoalan kita sekarang, bagaimana mengelola kelapa sawit ini. Dan ini belum ada,” jelasnya dilansir dari Sawit Indonesia.com.