PALEMBANG, GLOBALPLANET - NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.
Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih mengatakan, NTP Sumsel di Bulan November mencapai 100,41. Angka ini terus naik tembus angka 100 pertama kalinya sejak bulan Mei tahun ini.
"Sektor pertanian kuat terhadap gempuran corona, subsektor penyumbang NTP paling besar adalah tanaman perkebunan rakyat lebih didominasi untu kenaikan harga coklat karet dan kelapa sawit. Indeks yang diterima pertani pun naik, kalau yang diterima lebih besar artinya petani untung, " jelas Endang, Selasa (1/12/2020).
Seperti yang diketahui berdasarkan data yang dihimpun, harga tandan buah segar sawit Sumsel untuk periode II November diangka Rp2.064 per kilogram. Naik Rp54,66 dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan, harga karet Sumsel terus naik hingga memasuki keseimbangan harga baru pasca pilpres AS.
Kendati rata-rata NTP alami kenaikan, justru subsektor tanaman pangan dan holtikultura menjadi perhatian karena nilai tukarnya menurun. Masing-masing alami penurunan sebesar 2,43 persen untuk tanaman pangan menjadi 94,06 dan penurunan 0,52 persen untuk holtikultura menjadi 90,93.
"Kalau kita lihat NTP tanaman pangan semakin hari turun karena harga gabah belum menggembirakan, kemudian palawija ada penurunan kepada harga kacang tanah, kedelai, dan ketela. Holtikultura penurunan paling banyak di harga sayuran sayuran, " ujarnya.
Disamping itu lanjut Endang, tanaman-tanaman obat seperti jahe dan lengkuas turut menyumbang NTP cukup besar. Sehingga ini bisa menjadi potensi bagi petani.
"Jahe masih dicari untuk dijadikan menjadi obat kekuatan menangkal Covid-19. Tanaman ini muncul terus menerus, nah kesempatan ink sebenarnya bisa ditangkap petani, " tutupnya.