Sebab itu kata Mukti, dalam mendukung PSR, GAPKI pun melakukan serangakaian kegiatan dengan melakukan pembentukan SATGAS Percepatan PSR GAPKI yang melibatkan seluruh Cabang GAPKI, dimana cabang melakukan assesment dan pemetaan potensi lahan dan petani PSR disekitar anggota, dan melakukan update perkembangan penanaman.
Menjadi Anggota Pokja Penguatan Data dan Peningkatan Kapasitas Pekebun – Kemenko Perekonomian, kemudian aktif dalam Koordinasi Rutin untuk Percepatan PSR dengan Kantor Menko Perekonomian, Ditjenbun, BPDPKS, termasuk memberikan masukan kepada Pemerintah terkait kebijakan penyederhanaan proses pengajuan dan pembiayaan Percepatan PSR.
“Kami juga melakukan kerjasama dengan Asosiasi Petani/Pekebun dalam percepatan PSR (Pengikatan Kemitraan dengan MOU, FGD dan lainnya, serta mengawal dan meng-update secara rutin Percepatan PSR anggota GAPKI melalui Rapat Pusat & Cabang GAPKI,” kata Mukti
Untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit di dalam negeri, maka syarat utama yang harus dilakukan yaitu melalui penguatan industri hulu minyak sawit yaitu perkebunan kelapa sawit. Melalui perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, maka pembangunan industri hilir minyak sawit akan lebih mudah dilakukan. Pasalnya, ketersediaan bahan baku menjadi bagian dari kunci keberhasilannya.
Salah satu inisiasi yang diambil pemerintah, yakni melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Sebagai program strategis nasional, PSR bertujuan meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit sekaligus menjaga luasan lahan perkebunan kelapa sawit. Dengan meningkatnya produktivitas, maka peningkatan hasil produksi panennya dapat dihasilkan melalui optimalisasi lahannya.
Pemerintah Indonesia menargetkan luasan lahan perkebunan sebesar 540 ribu hektar dapat dilakukan replanting selama periode tahun 2020-2022. Target ini tersebar diberbagai wilayah, seperti Sumatera sebesar 397.200 hektar, Jawa seluas 6.000 ha, Kalimantan sebanyak 86.300 ha dan Sulawesi serta Papua, seluas 44.500 ha dan 600 ha. Sememtara untuk tahun 2021, target PSR ditetapkan seluas 180 ribu ha yang mendapat dukungan dana subsidi sebesar Rp. 30 juta/ha, dengan luasan lahan maksimal sebesar 4 ha/pekebun.