PALEMBANG, GLOBALPLANET - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan bahwa mahalnya harga minyak goreng (migor) karena harga crude palm oil (CPO) yang tinggi, bukan karena kebijakan biodiesel.
Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi mengatakan, serapan untuk program biodiesel tidak mempengaruhi harga minyak goreng dalam negeri, dan menurutnya bahan baku untuk minyak goreng sudah sangat cukup.
“Mahalnya harga minyak goreng karena harga CPO yang tinggi, bukan karena kelangkaan bahan baku (CPO) di pasar domestik karena banyak terserap di pasar ekspor ataupun karena program mandatori biodiesel. Jadi, bahan baku untuk minyak goreng sangat cukup,” katanya, dikutip dari laman Kontan, Minggu (20/2).
Mahalnya dan langkanya migor saat ini menurutnya tidak akan bertahan lama. Ia optimis dalam beberapa pekan ke depan harga migor di pasar domestik akan stabil dan akan terjadi keseimbangan baru. “Kita lihat saja dalam beberapa pekan ke depan akan terjadi penciptaan keseimbangan baru dan pasar minyak goreng di pasar domestik akan stabil,” ungkap Tofan.
Sejak dikeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) kemudian kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) migor, ketersediaan migor menjadi sangat terbatas, bahkan terjadi kelangkaan.
Dalam pengamatan Kontan, harga migor sesuai HET sampai saat ini belum ditemukan di pasar tradisional. Hal tersebut berlaku untuk migor kemasan sederhana, kemasan premium, dan kemasan curah. Bahkan harga migor kemasan sederhana masih ditemukan dengan harga Rp 20.000 per liter, terlampau jauh dari HET pemerintah untuk migor kemasan di angka Rp 14.000 per liter.