JAKARTA, GLOBALPLANET - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, menanggapi soal kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah akhir-akhir ini.
“Satu sisi semua mengatakan bahwa industri sawit menghadapi windfall (rezeki nomplok), kita juga tidak terlalu senang dengan situasi seperti ini. Karena excess (kelebihan)-nya justru kemana-mana,” kata Ketua Gapki dalam acara buka puasa Gapki dengan stakeholder kelapa sawit, Selasa (19/4).
Menurutnya, memang situasi global yang tidak pasti ini membuat semua harga komoditas naik, termasuk minyak nabati. “Kita menghadapi situasi yang challenging. Oleh karena itu, hal yang sangat penting adalah kita semua saling memberikan informasi dan pemahaman supaya situasi yang challenging ini bisa manage dengan baik,” ujarnya.
Ketua Gapki ini mengungkapkan alasan harga-harga komoditas menjadi naik, khususnya minyak nabati dikarenakan adanya pengetatan supply lantaran kegagalan panen, dan faktor perang Rusia-Ukraina.
“Kenapa harga-harga tinggi? karena supply demand nabati, terjadi supply yang ketat karena faktor kegagalan di panen dan faktor perang Ukraina-Rusia,” ucapnya.
Dia menjelaskan, aspek supply dan demand tak terpisahkan dalam dunia usaha, termasuk dalam usaha minyak sawit. Menurut dia, sebenarnya sawit Indonesia tidak berkontribusi terlalu baik (excellent).
Dalam artian bahwa supply minyak nabati global mengalami pengetatan, begitupun dengan supply minyak sawit. “Kalau produksi sawit melimpah ruah agak mending, tapi supply ketat maka produksi sawit kita tidak seperti yang kita harapkan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil analisis Gapki, selama dua bulan pertama tahun 2022 yakni periode Januari-Februari produksi minyak sawit justru turun, yang berdampak pada ekspor juga turun.
“Kita alih-alih bisa membuat situasi global agak mending ya memang secara global situasinya seperti ini, beberapa bulan ke depan kita masih akan menghadapi situasi ini. Harus kita manage supaya tidak excess (kelebihan),” pungkasnya.