JAKARTA , GLOBALPLANET - Pemerintah akan memberlakukan larangan ekspor minyak sawit mulai 28 April 2022 nanti. Penghentian ekspor ini tentu akan berdampak pada penumpukan stok minyak sawit di dalam negeri.
Setidaknya akan ada sekitar 34 juta ton minyak sawit yang musti dihabiskan di dalam negeri.
Sebab hitung-hitungan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), dari 52 juta ton produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) Indonesia dalam setahun, hanya 18 juta ton yang menjadi konsumsi dalam negeri. Sisanya diekspor.
"Yang 18 juta ton tadi, untuk olein dan oleo kimia 6 juta ton dan biodiesel 10 juta ton. Itulah untuk kebutuhan dalam negeri," rinci Founder dan Direktur Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung saat berbincang dengan elaeis.co, Sabtu (23/4/2022).
Adapun yang 34 juta ton tadi kata doktor ilmu ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, secara chemical, 95% masih murni CPO meskipun sudah ada yang difraksinasi maupun dirafinasi. "Artinya yang 34 juta ton ini masih bisa disebut bahan baku migor," katanya.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah yang 34 juta ton ini akan terserap semua di dalam negeri? "Kebijakan penghentian ekspor ini memang jarang ditempuh oleh satu negara meski sebelum tahun '80 an, kebijakan semacam ini pernah ada," ujarnya.
Tungkot sendiri menengok, apa yang diumumkan oleh Presiden Jokowi kemarin, masih sebatas warning keras. "Saya menengok bahwa kebijakan Presiden itu adalah kebijakan politik, presiden kesal dengan krisis migor yang berkepanjangan," katanya.
Tungkot menyebut, pelaku sawit memang sudah cenderung tidak memikirkan kepentingan nasional. "Sudah dikasi subsidi migor, tapi migor masih langka. Sempat-sempatnya pula menyeludupkan. Terlepas dari salah benarnya yang sudah ditangkap itu, versi negarakan bahwa ada mafia. Nah, kalau ada perubahan perilaku dari pelaku industri sawit dalam beberapa hari ini, bisa jadi stop ekspor ini enggak jadi" terangnya.