JAKARTA, GLOBALPLANET - Meski telah usai, perang antara Rusia dan Ukraina. Namun dampaknya masih terasa, salah satunya pasokan minyak bunga matahari ke Uni Eropa terganggu. Rusia dan Ukraina merupakan produsen utama minyak bunga matahari, karena pertikaian antara kedua negara tersebut, untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati Uni Eropa menggantinya ke minyak sawit.
Dikatakan Juru Bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, Perang Rusia versus Ukraina membawa dampak positif bagi produsen minyak sawit seperti Indonesia. Lantaran kekurangan pasokan minyak nabati, membuat negara-negara di Uni Eropa kembali membeli minyak sawit.
Padahal sebelumnya, banyak negara-negara di Uni Eropa telah membranding produknya dengan “Tanpa Minyak Sawit” atau populer disebut “Palm Oil Free”, kata Tofan, saat ini menjadi waktu yang tepat dalam mengkampanyekan potensi dan dampak minyak sawit Indonesia, berharap masyarakat lebih memahami kepentingan lain di balik kampanye negatif yang dilakukan negara-negara Eropa. Apalagi, menurutnya, kontribusi minyak kelapa sawit Indonesia memang telah nyata.
Sebelumnya pada tahun 2021 lalu, sektor kelapa sawit menjadi andalan ekspor nasional dengan kontribusi diperkirakan mencapai hingga 15%. Tercatat nilai ekspor 2021 mencapai US$ 35 miliar. Itu artinya, lebih dari Rp 500 triliun yang disumbangkan sektor kelapa sawit.
Begitu pula pada saat ini, industri kelapa sawit memberikan kontribusi sangat positif pada pendapatan negara. Menurut Tofan, pemerintah Indonesia sangat diuntungkan. Karena pendapatan dari harga minyak sawit mentah yaitu US$ 1.500 per ton CPO, pajak yang dibayarkan ke pemerintah adalah Bea Keluar (BK) sekitar US$ 200 dan pungutan ekspor sebanyak US$ 375. Total US$ 575 yang dibayarkan kepada pemerintah.
Tofan menilai, di tengah naiknya komoditas ini, menjadikannya sebagai momen paling tepat bagi para pelaku usaha kelapa sawit untuk memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit. Sehingga hasil produksi menjadi lebih baik dengan performa yang terus meningkat.