JAKARTA, GLOBALPLANET - Badan industri minyak goreng nasional India, Solvent Extractors' Association (SEA) menginisiasi dialog dengan pemerintah Indonesia untuk melobi aturan terkait larangan ekspor minyak sawit. Kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak buruk di India.
Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia menyuplai sekitar 50% kebutuhan sawit di India. "Kita menyarankan pemerintah (India) agar melakukan dialog diplomatik dengan Indonesia terkait larangan ekspor minyak goreng. Ini akan berdampak serius di pasar domestik karena setengah dari total impor minyak sawit kita berasal dari Indonesia," kata Direktur Jenderal SEA, B V Mehta.
"SEA telah berkoordinasi dengan Kementerian Pangan," tambahnya.
Menurut Mehta, industri di India tidak menduga akan ada larangan ekspor minyak sawit dari Indonesia. Menurutnya dampak yang paling cepat terjadi adalah perubahan harga.
"Akan ada dampak langsung terhadap harga di pasar domestik mulai Senin, karena berita larangan itu menyebabkan distorsi sentimen," katanya.
Industri minyak goreng India bersiap menghadapi naiknya bea ekspor dari indonesia yang saat ini tengah menghadapi lonjakan harga minyak goreng 40%-50% di pasar domestik mereka. Indonesia sendiri menetapkan bea ekspor sebesar US$ 575 per ton.
"Berita ini akan memicu naiknya harga minyak dari Malaysia yang merupakan pasar alternatif utama kami," ujar Mehta.
India mengkonsumsi 22,5 juta ton minyak goreng per tahun, dimana 9-9,5 juta ton dipenuhi oleh pasokan dalam negeri dan sisanya impor. Dari jumlah tersebut, sekitar 3,5-4 juta ton minyak sawit diimpor India dari Indonesia setiap tahun," ungkapnya. (detikcom)