JAKARTA, GLOBALPLANET - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menanggapi keputusan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menghapus sementara pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya sampai 31 Agustus 2022. Bahkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga telah mengusulkan perpanjangan waktu pembebasan pungutan ekspor komoditas tersebut.
Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono mengatakan, pembebasan pungutan ekspor akan mengurangi biaya pengeluaran produsen CPO, sehingga harga CPO dapat naik walau untuk saat ini tampak belum signifikan. Harga tandan buah segar (TBS) pun juga ikut naik meski belum sesuai harapan petani.
Apabila pungutan ekspor kembali diberlakukan, tentu akan berpengaruh pada harga CPO maupun harga TBS di level petani. Namun, kebijakan seperti itu tidak jadi masalah jika kegiatan ekspor berlangsung lancar dan tangki-tangki minyak sawit di dalam negeri sudah mulai terkuras.
"Hal ini sudah berlangsung lama dan tidak masalah. Akan jadi masalah kalau stok nasional masih tinggi," ungkap dia, Rabu (3/8) malam.
Gapki juga mengusulkan pembebasan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit untuk memperlancar ekspor, sehingga stok minyak sawit nasional bisa kembali ke level yang normal yakni sekitar 3 juta ton-4 juta ton.
"Setelah normal, kebijakan DMO dan DPO bisa diberlakukan lagi dengan mengacu pada situasi dan kondisi yang ada," tandas dia.
Dalam berita sebelumnya, Kemendag disebut masih melakukan evaluasi terhadap rencana penghapusan DMO dan DPO minyak sawit. Penghapusan kebijakan tersebut akan dipertimbangkan selama pelaku usaha tetap berkomitmen dan konsisten untuk memastikan kebutuhan di dalam negeri terpenuhi.
"Hal ini sudah berlangsung lama dan tidak masalah. Akan jadi masalah kalau stok nasional masih tinggi," ungkap dia, Rabu (3/8) malam.
Gapki juga mengusulkan pembebasan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit untuk memperlancar ekspor, sehingga stok minyak sawit nasional bisa kembali ke level yang normal yakni sekitar 3 juta ton-4 juta ton.
"Setelah normal, kebijakan DMO dan DPO bisa diberlakukan lagi dengan mengacu pada situasi dan kondisi yang ada," tandas dia.
Dalam berita sebelumnya, Kemendag disebut masih melakukan evaluasi terhadap rencana penghapusan DMO dan DPO minyak sawit. Penghapusan kebijakan tersebut akan dipertimbangkan selama pelaku usaha tetap berkomitmen dan konsisten untuk memastikan kebutuhan di dalam negeri terpenuhi.