JAKARTA, GLOBALPLANET - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop-UKM) dalam mendorong kesejahteraan petani sawit menginisiasi untuk melakukan produksi mandiri minyak makan merah (M3) melalui koperasi petani.
Deputi Perkoperasian Kemenkop-UKM, Ahmad Zabadi mengatakan, sebanyak 41 persen dari 15 juta lahan sawit dikelola petani secara mandiri.
Potensi lahan sawit itu mampu menumbuhkan nilai tambah bagi kesejahteraan petani melalui program korporatisasi kebun sawit.
“Tentu kami melihat potensi sawit yang begitu besar, nilai tambahnya bukan saja di tandan buah segar (TBS), tapi juga di produk turunannya. Kami berkeinginan untuk program ini dapat memberikan nilai tinggi bagi kesejahteraan petani,” katanya, di Gedung Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (8/11).
Ahmad menuturkan, dokumen desain (DED) standar nasional minyak makan merah telah diterbitkan, sehingga telah memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
Tak hanya itu, pihaknya juga telah memastikan minyak makan merah memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Sebelum kami memfinalkan ini, kami dikawal oleh BPOM sudah mengikuti aturan, tidak hanya nasional, tetapi internasional,” ujarnya.
Ahmad menyatakan, korporatisasi kebun sawit ini bakal berlangsung di tiga daerah Indonesia, yakni Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.
“Saat ini tiga lokasi, Deli Serdang, Langkat, dan Asahan, sedang berproses pembangunan pabrik minyak makan merah, yang kami bangun di tiga titik area yang posisinya berdekatan dengan pabrik kelapa sawit (PKS),” jelasnya.
Ia memprediksikan, pembangunan ketiga pabrik tersebut bakal rampung dan mulai beroperasi pada awal tahun depan atau Januari 2023.
Ahmad menegaskan, produksi minyak makan merah di luar koperasi kebun sawit, dinilai ilegal.
“Kalau nanti ada pemilihan produk yang dihasilkan oleh non-koperasi, maka bisa kami pastikan bahwa itu ilegal. Bahwa ini adalah khusus produksi SNI-nya minyak makan merah oleh koperasi,” terangnya.
Dia menambahkan, pembangunan produksi minyak makan merah di tiga lokasi itu diprediksikan mampu memenuhi kebutuhan minyak masyarakat sekitar, dengan harga yang terjangkau.
“Ini (produksi minyak makan merah-Red) akan terserap sekitar dua kecamatan kira-kira. Kalau kemudian nanti over suplai saya kira bisa didistribusikan ke luar daerah setempat,” jelasnya.
“Masyarakat bisa menikmati dan mendapatkan harga yang lebih kompetitif, dan diharapkan kebutuhan minyak makan di tanah kita ini akan semakin mudah dinikmati oleh kita semua,” sambungnya.
Ahmad menyebut, harga produk minyak makan merah akan berkisar antara Rp 9.000-Rp 12.000 per liter. Harga tersebut dinilai terjangkau, sehingga bisa menjadi pilihan masyarakat.
“Artinya, kalau ini didasarkan lebih murah. Saat ini migor masih ada subsidi yang di masyarakat, sehingga kami harapkan menjadi pilihan bagi masyarakat ketika ini telah diproduksi dengan harga yang lebih murah,” tuturnya.