JAKARTA , GLOBALPLANET - Melalui Indonesian Sustainability Palm Oil (ISPO), menunjukan komitmen terkait memenuhi dan menjamin terpenuhinya aspek berkelanjutan pada tata kelola industri sawit nasional.
Dalam perkembangannya, ISPO melakukan berbagai transformasi, seperti kelembagaan ISPO yang melibatkan lintas kementerian, asosiasi pelaku usaha, akademisi, dan pemantau independen. ISPO bersifat mandatori baik bagi perusahaan maupun petani sawit (setelah 5 tahun implementasi Perpres), serta perluasan dan integrasi ISPO hulu-hilir (produk jadi berbasis sawit).
Tidak hanya itu, prinsip dan kriteria pada ISPO ini juga telah mengakomodir tujuan-tujuan dalam SDGs.
Melansir laman Palm Oil Indonesia, Koordinator Tim Sekretariat Komite ISPO, Herdrajat Natawidjaja, menyampaikan, untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit, jumlah sertifikat ISPO yang sudah dikeluarkan yakni sebanyak 759 sertifikat.
Pemberian sertifikasi ini tersebar di 20 provinsi dengan luas lahan sebesar 3,49 juta hektare, volume TBS sebesar 53,4 juta ton, dan volume CPO sebesar 21,4 juta ton. Sementara itu, untuk pekebun, jumlah sertifikat ISPO yang sudah dikeluarkan sebanyak 32 buah di 8 provinsi dengan luas lahan baru mencapai 14,7 ribu hektare dengan volume TBS sebesar 244,4 ribu ton.
Selanjutnya disampaikan Herdrajat dalam laman Palm Oil Indonesia, terkait strategi meningkatkan keberterimaan ISPO sesuai Perpres 44/2020 di pasar domestik maupun pasar global, yakni melalui sosialisasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah, pekebun (provinsi dan kabupaten), dan perwakilan Pemerintah Indonesia di luar negeri seperti KBRI/KONJEN/ATASE (Pertanian, Perdagangan dan Ekonomi).
Selain sosialisasi, Komite ISPO juga telah menyusun rancangan notifikasi regulasi teknis ke Komite TBT (Technical Barrier to Trade) WTO dan menyiapkan perjanjian antarnegara, seperti VPA (Voluntary Partnership Agreement)