PALEMBANG, GLOBALPLANET - Hal ini mengemuka dalam Webinar gratis yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumsel dengan tema "Grow With Sawit" via Zoom, live IG dan YouTube yang diikuti 713 peserta yang terdiri dari 88 Instansi pemerintah dan swasta, sembilan dosen dan 617 mahasiswa dari 107 perguruan tinggi di Indonesia, Kamis (2/7/2020).
"Mahasiswa ini merupakan generasi yang akan memegang kendali Indonesia ketika kita menghadapi bonus demografi di masa depan. Jadi dari sekarang kaum milenial harus tau fakta yang sebenarnya dari kelapa sawit untuk menjadi ilmu bagi mereka ketika menghadapi persaingan dan kampanye negatif," ungkap Ketua GAPKI Sumsel Alex Sugiarto ketika membuka Webinar.
Melalui Webinar ini, pihaknya ingin membagikan ilmu pengetahuan dan membuka semua fakta tentang industri kelapa sawit.
"Kami ingin berbagi ilmu pengetahuan fakta dan informasi kebenaran tentang industri kelapa sawit. Disini kami ingin membuka ide-ide industri kreatif yang semakin maju dan menjaga komunikasi yang baik kepada masyarakat," katanya.
Dr Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) selaku pemateri Webinar menjelaskan, ada sejumlah isu-isu perang dagang dunia yang menyerang minyak sawit.
Meliputi, tudingan bahwa sawit sebagai driver deforestasi hutan dunia, sawit sebagai Emitter Carbon dunia, sawit eksploitasi lahan gambut, sawit driver land use change, sawit ancam Biodiversity, sawit boros air, sawit penyebab kebakaran hutan dan lahan, dan minyak sawit tidak sehat.
"Apa yang dituduhkan itu tidak ada yang benar. Gugatan Indonesia dengan Uni Eropa kaitannya dengan deforestasi menjadi momok di seluruh dunia. Kita lihat sejarahnya, ternyata deforestasi terjadi di hutan dunia sejak Pre Pertanian sampai tahun 1980 seluas 701 juta hektar. Dari 701 juta hektar, hanya 7 persen deforestasi yang berasal dari hutan tropis," tutur dia.
Dikatakannya tanaman sawit juga relatif hemat air dibandingkan dengan tanaman biodiesel lain seperti kelapa, kapas, bunga matahari, kedelai, dan sebagainya.
"Selain dibandingkan dengan tanaman biodiesel lainnya, Sawit juga lebih hemat diantara tanaman hutan. Konsumsi air sawit 1.097 m3/ton berbeda jauh dengan konsumsi air cengkeh (61.205 m3/ton), kakao (19.928 m3/ton) dan karet (13.747m3/ton)," ungkapnya.
Menurutnya, faktanya sawit sudah memberikan kontribusi ekonomi yang baik bagi Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya barang kebutuhan sehari-hari yang diproduksi dari sawit. Bahkan dengan menghambat perkembangan sawit akan memancing deforestasi dunia, sehingga harus tetap dijaga.
"Kaum milenial memiliki tanggung jawab jawab melahirkan cara pendekatan, teknologi, dan semua yang dibutuhkan tanaman sawit. Sehingga di masa depan sawit lebih percaya diri lebih sustainable dalam persaingan," pungkasnya.