PALEMBANG, GLOBALPLANET - Drama yang tersaji dalam Sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, mulai dari interupsi sejumlah fraksi hingga aksi walkout Fraksi Demokrat menjadi magnet pro dan kontra UU Omnibus law ini.
Pengamat Hukum di Palembang, Firman Freddy Busro menjelaskan, omnibus law adalah istilah yang baru dikenal di Indonesia, dan masyarakat masih banyak yang belum paham. Omnibus law dari kata omni dan bus adalah semacam suatu aturan yang bisa merevisi beberapa peraturan perundang-undangan yang lain. "Maka ada istilah omnibus law adalah undang-undang sapu jagat," ujarnya, Rabu (7/10/2020).
Mengapa presiden Jokowi ingin menerapkan omnibus law karena, beliau melihat banyak sekali peraturan-peraturan yang menghambat investasi, ada sekitar 70-an peraturan investasi yang apabila dilakukan secara peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini di Indonesia, maka itu akan memakan waktu puluhan tahun mekanismenya. Untuk itulah diperlukan suatu langkah hukum strategi bagaimana supaya mempercepat proses yang diinginkan pemerintah kebijakan tetapi tentunya tetap dalam koridor hukum. "Nah itulah mengapa salah satunya kita menggunakan omnibus law itu," katanya.
Tetapi yang perlu dikritisi, sambungnya, memang semestinya penerapan omnibus law itu tidak semudah seperti yang saat ini dilakukan. Seperti kita ketahui bahwa mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan itu diatur diatur dalam UU No 12 tahun 2011 yang kemudian direvisi dengan UU No 15 tahun 2019, belum mengatur tentang mekanisme omnibus law itu, sehingga menjadi polemik.
"Saya pernah menyarankan dalam sebuah tulisan apabila mau diterapkan dalam omnibus law ini maka Undang-undang hirarki peraturan undang-undang itu harus direvisi, karena indonesia negara hukum menganut sistem City Law dimana azaz legalitas itu dipegang bahwa setiap perbuatan harus diatur undang-undangnya dulu," jelasnya.
Jadi semestinya agar UU tentang tata pembentukan ini segera direvisi dan kalau memang pemerintah ingin memasukkan omnibus law kemudian diatur dalam UU tersebut.
Pemerintah Tergesa-gesa
Firman menilai, pemerintah terkesan tergesa-gesa walaupun langkah DPR memang sudah sesuai koridor, tapi terlalu cepat dan terburu-buru, tidak mendengarkan masukan dari yang lain. Karena proses pembentukan peraturan perundang-undangan itu salah satunya harus mendengarkan aspirasi. Karena ini menyangkut ada undang-undang yang akan dicabut dan terbagi dalam beberapa klaster maka penyusunannya pun akan sangat rumit.
Maka itu kalau ingin menerapkan omnibus law ini maka hirarki peraturan perundang-undangan harus diubah, karena tidak hanya merevisi peraturan undang-undang tetapi juga merevisi peraturan pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya. Omnibus tidak semata-mata menyelesaikan tataran undang-undang tetapi juga harus diikuti dengan peraturan pemerintah yang itupun akan banyak dan rumit sekali akan diaturnya.
Firman memberikan masukan kepada pemerintah agar dalam penyusunan peraturan dilibatkan para akademisi hukum khususnya pengajar tata negara dan juga melibatkan orang-orang praktisi yang berkecimpung di bidangnya, karena di dalam undang -undang itu terdiri dari beberapa klaster yang menjadi satu undang-undang. "Jadi saya katakan undang-undang ini menggurita. Apakah salah? Tidak salah, Amerika saja menerapkan peraturan Omnibus bill untuk percepatan investasi, sebetulnya tidak salah hanya saja karena Indonesia merupakan negara hukum jadi harus diatur dalam dasar hukum dulu agar pijakannya kuat. Itu masukan saya untuk pemerintah," sarannya.
Indonesia Negara Hukum, Bukan Kekuasan
Dia melanjutkan, siapapun yang terdampak dalam omnibus law ini, semua elemen berhak bersuara, karena Indonesia diatur dalam konstitusi, Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan, itu diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ketiga.
Tidak salah elemen-elemen masyarakat baik dari buruh, mahasiswa, akademisi untuk menyuarakan aspirasi, karena itu diatur dalam Undang-undang kebebasan berpendapat di muka umum. Akan tetapi dalam menyuarakan aspirasi tersebut mohon jangan bertindak anarkis, jangan melakukan tindakan perusakan fasilitas umum, karena itu milik masyarakat dan masyarakatpun membayar fasilitas umum itu melalui pajak.
"Silahkan menyuarakan aspirasi tetapi dengan cara yang benar. Selain dengan aksi tadi, bagi buruh yang terkena dampaknya silahkan menempuh jalur hukum, karena Indonesia mempunyai akses to justice. Apabila orang merasakan tidak ada keadilan silahkan menempuh jalur hukum yang berlaku," pungkasnya.