JAKARTA, GLOBALPLANET.news - "Harapannya Pemerintah Daerah jangan lengah soal limbah medis ini. Ikuti perkembangan di lapangan sarana-sarananya," ujar Siti dalam konferensi pers virtual usai rapat terbatas kabinet, Rabu (28/7/2021).
Limbah medis sendiri berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit darurat, tempat isolasi karantina mandiri, laboratorium uji deteksi COVID-19 maupun limbah vaksinasi.
Dalam kesempatan itu, Siti Nurbaya mencontohkan kondisi limbah medis di sejumlah daerah. Seperri di Jawah Barat misalnya, pada 9 Maret 2021 jumlah limbahnya itu mencapai 74,03 ton. Kemudian, pada 27 Juli 2021, jumlahnya sudah meningkat hingga mencapai 836.975 ton.
"Berarti meningkat 10 kali lipat lebih. Lalu di Jawa Tengah pada tanggal 9 Maret itu jumlah limbah medisnya 122,82 ton. Terus di tanggal 27 Juli datanya 502,401 ton. Berarti (meningkat) lima kali lipat kurang lebih," ungkap Siti.
Di Jawa Timur di pada Maret 2021 limbah medis tercatat sebanyak 509,16 ton. Kemudian pada 27 Juli itu meningkat jadi 629,497 ton.
Kemudian, di Banten pada Maret 2021 tercatat limbah medis sebanyak 228,06 ton dan pada 27 juli 591,79 ton.
Sementara itu, DKI Jakarta pada Maret 2021 tercarat limbah medis sebanyak 7.496,56 ton. Di tanggal 27 Juli menjadi 10.939,053 ton.
Lebih lanjut Siti mengungkapkan, yang disebut dengan limbah medis antara lain infus, masker bekas, vial vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR, antigen hingga alkohol mesin swab.
Limbah itu, disebutnya, beracun dan berbahaya. Dia menuturkan, Presiden Joko Widodo sebelumnya telah memberi arahan agar meningkatkan penanganan limbah medis.
"Arahan Bapak Presiden bahwa terhadap penanganan limbah medis ini kita harus intensifkan dan harus lebih sistematis. Jadi betul-betul dilihat dari titik paling jauh di lapangannya. Jadi diperhatikan bagaimana sistem itu bekerja dari rumah sampai ke pusat-pusat pelayanan juga paralel sampai ke tempat penanganannya," tambah Siti.