loader

Sombong Sekali Sawit Kunci Indonesia Emas, Sumarjono Saragih Berikan Penjelasan

Foto
Tangkapan layar YouTube TVNU. (Foto: Ist)

GLOBALPLANET - Indonesia adalah negara penghasil sawit terbesar di dunia. Sering diungkapkan, ada 16 juta hektare lebih tanaman sawit di Indonesia yang menyerapkan hingga belasa juta pekerja. 

Sawit telah menjelma menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar nonmigas. Tapi dengan nama besarnya industri sawit Indonesia terus diterpa tudingan buruk, mulai dari pekerja anak, pembabatan hutan, pekerja perempuan hingga persoalan buruh lainnya.

Dalam sebuah diskusi disiarkan Channel YouTube TVNU, Sumarjono Saragih yang merupakan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bidang Ketenagakerjaan memberikan penjelasan dalam pemaparannya. 

Diketahui diskusi tersebut digelar dalam rangka May Day 2024 dan disiarkan secara langsung pada 1 Mei 2024. Namun globalplanet mencoba kembali mengutip pada Sabtu (6/7/2024).

Teman diskusi tersebut "Menyongsong Indonesia Emas: Sejahterakan Buruh, Perkuat Kedaulatan Pangan Berbasis Rakyat".

Sumarjono Saragih memulai penjelasannya dengan pertanyaan kenapa sawit menjadi penting? Dia mengungkapkan, dari 16 juta hektare kebun sawit itu, kira-kira 30 persen menjadi anggota GAPKI. Kerena memang sawit ini, hampir 45 persen petani sawit selebihnya pengusaha.

Karena itu sawit menjadi penting. Di 16 juta hektare melibatkan 16 juta pekerja. Rasionya satu hektare satu orang pekerja termasuk rantai pasoknya. Jadi kalo kita bicara buruh, salah satu populasi terbesar adalah sawit. 

"Jadi Indonesia Emas itu, Saya katakan dengan sangat sombong bergantung dengan sawit, karena kebesaran industri sawit," ujarnya dikutip dari YouTube TVNU, Sabtu (6/7/2024).

Dia melanjutkan penjelasannya, besarnya industri sawit (menyerap) ada 16 juta pekerja (tersebar) di ribuan desa di 160 kabupaten dan melibatkan 2 juta petani. Mayoritas pendidikannya rendah, dan ada di pedesaan, diremot area yang serba terbatas dari segala macam fasilitas.

Bagaimana mereka itu bisa menikmati Indonesia Emas, kalau tidak ada sesuatu untuk menjangkau mereka?

Oleh karena itu, saya mulai menggunakan istilah bahwa sawit ini salah satu kunci mewujudian Indonesia Emas.

Salah satu indikator Indonesia Emas itu adalah pendapat perkapita USD 30.000 pada 2045. Sekarang masih USD 5.000 artinya harus ada (peningkatan) 6 kali lipat. Tinggal sisa berapa tahun lagi?

Dengan segala keterbatasan di pedesaan yang menjadi episentrum sesuai dengan tema dalam diskusi ini. Oleh karena itu penting, tapi angka-angka tadi punya cerita di baliknya. Jika kita rutin memantau media banyak tudingan buruk terhadap sawit. Ya (memang) masih banyak pekerjaan rumah di sana (Industri sawit). 

Profil sawit Indonesia korporasi 60 persen petani 40 persen kurang lebih. Artinya petani ini berbaju informal, dan itu tantangan tersendiri. Bicara jaminan sosial ketenagakerjaan? Tidak ada di sana, kesehatan mungkin ada karena dicover pemerintah.

Jadi dari satu aspek saja, kalau kita guna ukuran Indonesia Emas, itu pekerjaannya masih besar.

Bagaimana dengan yang lain? Study ILO tahun 2015 ada enam defisit berdasarkan istilah yang digunakan ILO: K3, perempuan, anak, upah, jaminan sosial, hubungan kerja, kebebasan berserikat, itu masih pekerjaan rumah.

Itu hasil study ILO yang juga disebutkan pemerintah dan menjadi aspirasi buruh.

Bagaimana menjawab itu semua? Oleh karena itu penting, pengusaha dan asosiasi pengusaha menemukan jalan baru. Jalan itu secara tidak sengaja ditemukan, pendekatannya atau caranya. Menjadu jalan tengah, yang tidak dicurigai pengusaha bahkan ditopang, tapi saya disayangi buruh.

Jalan ini penting diperkenalkan ke publik bahwa untuk mencapai tujuan tidak bisa dengan berkonflik lagi.

Jalannya, jalan buruh perburuhan kelapa sawit. Apa jalannya? Ya pendekatannya dialog, dialog sosial yang banyak kita bisa lakukan. Bisa ketawa-tawa sambil ledek.

Tapi apakah itu bisa dijadikan model dalam hubungan industrial bipartit.

Diskusi ini dikaitkan dengan UU Cipta Kerja. Boleh UU Cipta Kerja kita kritisi, tapi apakah cikup dengan kritik, komplain? Mari kita cari solusinya, salah satunya bipartit.

Bagaimana defisit yang ada di UU Cipta Kerja kita jawab dengan bipartit. Itu sudah kita buktikan, berkat dukungan ILO kita bisa membangun dialog bipartit dengan skala yang lebih besar, dengan jejaring serikat buruh. Dan kita sudah lakukan berbagai inisiatif. 

Jadi jalan baru perburuhan sawit Indonesia melalui dialog sosial. Itu sudah kita buktikan dengan buku pedoman perlindungan perempuan. Buku ini disiapkan walaupun sederhana, tapi upaya bagaimana setiap orang mengerti bahwa dibutuhkan upaya, pemahaman dan perjuangan.

Itu kita perkenalkan di perkebunan kelapa sawit namanya komite perempuan di perkebunan. Ada mekanismenya, ada komimennya, ada budgetnya. Jadi bukan hanya cerita, ada praktik baiknya.

Apakah itu sudah berlaku umum? Itu perlu diuji, dilihat dan terus dipromosikan.

Yang kedua, Indonesia Emas itu tergantung pada generasi kita. Makanya kita mendorong sawit ini menjadi episentrum, sebagai motor, sebagai sektor di pedesaan untuk mewujudkan Indonesia Emas melalui sawit Indonesia ramah anak.

 

 

Share

Ads