GLOBALPLANET - Hilirisasi pada industri seperti nikel termasuk kelapa sawit untuk mendapatkan nilai tambah dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi bangsa Indonesia.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menekankan pada tiga faktor penting dalam percepatan hilirisasi sawit, yakni intervensi pemerintah, penciptaan pasar di dalam negeri, dan penetapan segmentasi produk yang akan disasar.
Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI M. Fadhil Hasan menyampaikan itu dalam diskusi bertema Strateai Laniuton Akselerasi Hilirisasi CPO di Kantor Kemenperin pada 20 Juni 2024.
Diskusi saat itu dihadiri Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, Managing Director Sinarmas Group, Saleh Husin, dan perwakilan asosiasi perusahaan yang terkait komoditas sawit.
Menurut M. Fadhil Hasan, apabila berkaca pada pohon industri sawit, maka margin terbesar ada di hulu dengan hasil minyak sawit mentah. Jumlahnya mencapai 20% dari total nilai produk. Semakin ke hilir, margin semakin kecil. Untuk memperbesar margin di hilir, maka intervensi pemerintah melalui regulasi khusus harus dilakukan. "Contohnya pemberlakuan pajak ekspor yang berlaku sejak 2011 dan dilanjutkan dengan pungutan ekspor," ucapnya dikutip Selasa (16/7/2024).
Program hilirisasi yang sudah berjalan perlu terus dipercepat dan ditingkatkan karena nilai tambah yang dihasilkan semakin besar. Apalagi sawit menjadi tumpuan bagi sekitar 4,2 juta orang yang menghidupi 20,8 juta jiwa.
Kontribusi berupa devisa negara mencapai Rp 450 triliun per tahun, khususnya dari ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi. Percepatan hilirisasi akan meningkatkan nilai ekonomi sawit hingga Rp750 triliun per tahun.
Sementara itu, Ketua Bidang Agro Industri Rapolo Hutabarat yang mewakili Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengatakan pihaknya optimistis merealisasikan produksi 100 juta ton CPO per tahun pada 2045.
Caranya adalah meningkatkan produktivitas pertanian dengan menyediakan bibit bersertifikat dengan harga terjangkau, kelancaran pupuk bersubsidi bagi petani sawit, dan menerapkan praktik pertanian yang baik.
Petani swadaya harus diberdayakan karena produktivitas mereka masih di bawah rata-rata nasional vakni 3-4 ton/hektare per tahun. Adapun produktivitas perusahaan sudah mencapai 6-7 ton/hektare per tahun dengan luas lahan yang ada sebanyak 16,38 juta hektare. Petani swadaya menjadi faktor penting karena porsi mereka mencapai 40% sehingga peningkatan produktivitas petani swadaya akan berdampak besar terhadap produksi nasional.