PALEMBANG, GLOBALPLANET - Salah seorang petani di Gandus, Suharto (45) mengungkapkan, jadwal panen padi yang seharusnya selesai pada bulan Agustus malah mundur menjadi Oktober baru mulai panen dan selesai di bulan November ini. Tak hanya itu padi yang ia dapat juga berkurang dari biasanya. Dari yang biasanya 120 kaleng padi sekarang hanya 40 kaleng.
"Banyak bibit yang tidak jadi (mati) sehingga tak bisa dipanen. Akibatnya, hasil panen turun 60 persen jika diuangkan 40 kaleng padi hanya dapat Rp2 juta (satu kaleng padi Rp50 ribu), " ungkap Suharto ketika dibincangi, Selasa (17/11/2020).
Karena sedikitnya hasil panen ia tidak berencana menjual padi miliknya, dan memilih padi tersebut diolah menjadi beras untuk konsumsi sendiri.
Ayah tiga anak ini mengaku biasanya hasil penjualan padi menghasilkan uang hingga Rp6 juta sekali panen. Pembeli adalah warga sekitar Gandus.
Suharto menjelaskan, kerugian ini tidak hanya dirasakan oleh dirinya, akan tetapi 12 petani padi lainnya di Gandus.
"Untuk tahun ini tidak kami jual, padi ini saya olah sendiri jadi beras untuk konsumsi di rumah. Bukannya untung, tahun ini kami sangat rugi karena modal selama masa tanam saja Rp2,5 juta," tandasnya.
Tahun ini ia juga mengeluhkan belum adanya bantuan dari Dinas terkait dalam bentuk bibit dan semacamnya. Ia berharap untuk musim tanam di tahun 2021 mendatang petani mendapat bantuan bibit agar bisa membantu produksi padi.
"Di tahun-tahun sebelumnya selalu ada bantuan dari Dinas, tapi kali ini tidak ada. Ya saya harap bantuan bibit bisa diberikan untuk menutupi kekurangan modal musim tanam nanti," pungkasnya.