loader

Jack Ma Dikabarkan Hilang, Ternyata di Tempat Ini

Foto

CHINA, GLOBALPLANET. - Hal itu diungkap oleh jurnalis CNBC International David Faber dengan mengutip sumber anonim tersebut. David Faber memastikan Jack Ma dikabarkan hanya menghindari sorotan publik.

"Dia tidak tampil di publik dengan tujuan tertentu dan diperkirakan akan seperti itu hingga beberapa waktu ke depan," ujar David Faber sebagaimana dikutip dari CNBC International di Jakarta, Kamis (7/1/2021).

Menurut David Faber, kemungkinan Jack Ma saat ini berada di kota Hangzhou, lokasi kantor pusat Alibaba Group. Ia mengatakan Ma juga tidak ditangkap oleh pemerintah China.

Sebagaimana diketahui, pendiri Alibaba ini sudah tidak tampil di depan publik sejak akhir Oktober 2020 tepat setelah ia mengkritik regulator keuangan dan bank China di Shanghai. Ma mengkritik pemerintah China menghambat inovasi bisnis dan menyerukan reformasi sistem keuangan.

Ia bahkan menyebut sistem perbankan yang diterapkan di China saat ini seperti pegadaian dan 'klub orang tua'. Tak pelak pidato itu membuat Presiden China Xi Jinping murka. Dampaknya, Ant Group milik Jack Ma yang tinggal hitungan hari melantai bursa senilai USD37 miliar dihentikan.

Tak sampai di situ, China juga menyelidiki monopoli dan anti-persaingan Alibaba Group. Lalu, Ant Group diperintahkan untuk mengurangi bisnisnya agar fokus pada fintech saja. Bahkan, Jack Ma diperintahkan agar tidak keluar negeri selama penyelidikan.

Seperti diketahui, Jack Ma bukanlah orang sembarangan di China. Dia memiliki gurita bisnis yang membuatnya menjadi salah satu tokoh kuat di Negara Tirai Bambu.

Alibaba, raksasa bisnisnya bukan hanya sekadar perusahaan e-commerce. Perusahaan ini telah masuk ke berbagai lini bisnis seperti finansial dan logistik. Bahkan, jejaknya sudah berada di berbagai negara lain termasuk Indonesia.

Sementara itu, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku sempat menanyakan soal kasus Jack Ma kepada temannya di Tiongkok, apakah betul Jack Ma ditahan. Namun, koleganya menilai tidak ada penahanan.

"Mungkin saja Jack Ma memang tidak ditahan. Mungkin saja ia lagi menahan diri. Istilahnya: lagi tiarap, agar tidak lagi heboh yang hanya akan semakin menyulitkan dirinya," tulis Dahlan.

Tak hanya itu, Dahlan pun bercerita bahwa banyak pula pengusaha yang memilih sikap tiarap seperti itu di Tiongkok. Namun ada pula yang memang ditahan. Salah satunya, dia mencontohkan, adalah Fan Bingbing yang memang ditahan. Fan dianggap menggelapkan pajak yang besarnya sampai sekitar Rp2,5 triliun.

"Caranya Fan Bingbing punya dua jenis kontrak. Baik sebagai bintang film, bintang tv maupun sebagai penyanyi," kata dia.

Dahlan menceritakan, ada kontrak yang sesungguhnya sesuai dengan tarifnya. Lalu ada pula kontrak 'pura-pura' yang dilaporkan kepada petugas pajak yang nilainya jauh lebih kecil. Termasuk, lanjut Dahlan, saat Fan Bingbing main film di Hongkongwood dan Hollywood.

"Akhirnya Fan Bingbing dilepas. Menjadi orang bebas lagi. Tentu ia harus membayar kekurangan pajak yang sekitar Rp2,5 triliun. Betapa kaya artis Fan Bingbing ini tapi dia memilih menyelamatkan masa depan dengan cara menyelesaikan pajaknya," ungkap dia.

Lain cerita dengan konglomerat Tiongkok yang lari ke Amerika Serikat yaitu Guo Wen Gui. Dahlan menjelaskan bahwa Wen Gui awalnya mendapat proyek infrastruktur pemerintah China terkait sarana Olimpiade Beijing, lalu dia menjadi konglomerat.

"Ketika akan diusut ia lari. Sudah sangat banyak uangnya yang ditempatkan di luar neger. Di Amerika Wen Gui menjadi musuh negara. Ia bergabung dengan aktivis anti Tiongkok dan melakukan perlawanan tiada henti. Termasuk membangun perusahaan media: khusus untuk memproduksi berita yang memojokkan Tiongkok," ungkap Dahlan.

Selain itu, Dahlan juga bercerita soal konglomerat yang lebih besar dari Wen Gui yang juga bermasalah. Dia adalah Wang Jian yang memiliki perusahaan penerbangan raksasa, Hainan Airlines. Dia meninggal di Prancis dua tahun lalu, karena jatuh ke jurang saat rekreasi di sana.

"Terlalu banyak contoh berbagai model penyelesaian masalah di kalangan businessman di Tiongkok. Lalu, cara manakah yang dipilih Jack Ma? Cara Fan Bingbing, cara Guo Wen Gui, atau model Jack Ma sendiri," ucap Dahlan.

Adapun Ekonom Center of Reform on Exonomics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, bahwa apa yang menimpa Jack Ma berkaitan dengan kritiknya terhadap pemerintah China.

Sebenarnya kalau melihat dari apa yang dikritikkan, bukanlah sesuatu yang sangat radikal, Jack Ma mendorong adanya perubahan regulasi yang intinya mendukung perusahaan agar bisa berinovasi dan tumbuh," ujar Yusuf saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/1/2021. 

Kritik yang satunya lagi adalah tentang kondisi perbankan yang dinilai oleh Jack Ma tidak baik. Pada dasarnya, lanjut Yusuf, kritik adalah hal biasa dalam kehidupan berdemokrasi.

Namun memang harus diakui bahwa China menganut sistem pemerintahan semi sosialis di mana memang ada aturan-aturan strict yang melarang warganya untuk menyampaikan kritik pada level tertentu. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru, nilai-nilai demokratis tidak bisa sepenuhnya dilihat di China.

"Adapun pelajaran yang bisa kita dapatkan dari kasus Jack Ma. Sebenarnya kritik terhadap pemerintah itu merupakan hal yang lumrah. Dalam konteks Jack Ma, justru kritik ini disampaikan untuk mendorong perekonomian China yang lebih baik," ungkapnya.

Seharusnya, menurut Yusuf, ruang-ruang kritik seperti ini bisa membuka mata pemerintah dimana seharusnya mereka melakukan perbaikan.

Ketika pemerintah menerima kritik juga harus terbuka, tidak defensif, dan juga dari sisi yang mengkritik perlu menyampaikan kritik secara konstruktif menggunakan data pendukung sehingga diskurusnya bisa bermuara terhadap perbaikan kebijakan yang lebih baik.

"Saya kira pelajaran kritik mengkritik ini memang seharusnya bisa dijalankan pada negara-negara yang menganut sistem demokrasi termasuk Indonesia," pungkasnya dilansir dari Warta Ekonomi, Kamis (7/1/2021).

Share

Ads