Adalah Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja dari Institut Teknologi Bandung (ITB) salah satunya. Lelaki ini bakal mempresentasikan Minyak Sawit Ajaib: Ilmu di balik penemuan biofuel dan Teknologi Masa Depan Bahan Bakar Biohidrokarbon Berbasis Minyak Sawit.
Dr. Musdhalifah Machmud yang mewakili Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan mengurai Program Biodiesel Wajib: Komitmen Pemerintah Indonesia dalam Mencapai Pembangunan Berkelanjutan dan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dr. Dadan Kusdiana, juga terlibat di sana. Lelaki ini akan menyuguhkan topik; Minyak Sawit untuk Energi Terbarukan: Perspektif Kebijakan.
Paulus Tjakrawan, Wakil Ketua APROBI didapuk memaparkan; Program Biodiesel Indonesia untuk Aksi Iklim.
Dan terakhir Abdul Rochim dari Asosiasi Industri Kendaraan Bermotor Indonesia akan mengurai; Biofuel dari Minyak Sawit: Perspektif Industri Transportasi.
Ada sederet alasan kuat kata Mauli, kenapa biodiesel yang jadi usungan di COP26 itu. Pertama, Indonesia adalah satu-satunya negara yang paling tinggi bauran energi terbarukannya; mencapai 30% (B30). Sementara negara lain, paling tinggi hanya B10.
“Dari besaran bauran ini saja sebenarnya, sudah kelihatan begitu besarnya komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi, meski Indonesia sesungguhnya bukan penyumbang emisi besar,” katanya.
Yang kedua kata Mauli, lewat biodiesel ini, Indonesia ingin membuktikan kemampuannya menghadirkan produk hilir. “Dan ternyata, produk hilir ini tidak hanya mampu memperluas pasar domestik, tapi juga bisa menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO). Itu terjadi lantaran hilirisasi ini membuat kita tidak lagi sepenuhnya bergantung pada permintaan pasar ekspor,” semakin detil Mauli mengurai.