Ada tujuh implikasi dengan menjadikan kelapa sawit sebagai tanaman di kawasan hutan terdegradasi/kritis dan atau tidak produktif. Pertama, luas areal berhutan Indonesia akan meningkat drastis (16,8 juta ha). Kedua, peningkatan tingkat keanekaragaman jenis hayati pada kawasan hutan terdegradasi, kritis dan tidak produktif.
Ketiga adalah peningkatan kontribusi serapan gas rumah kaca dari areal berhutan. Keempat, nilai ekonomi dan kontribusi kawasan hutan terdegradasi semakin tinggi. Kelima, percepatan dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa.
Keenam yaitu target program reboisasi/penghijauan hutan dan lahan kritis akan lebih cepat tercapai. Ketujuh, penyelesaian permasalahan kebun kelapa sawit di kawasan hutan menjadi relatif lebih mudah.
Dalam draf naskah akademik dimunculkan dua rekomendasi. Pertama, usulan kepada pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Petanian dapat menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman kehutanan.
Usulan ini berdasarkan hasil kajian/analisis terhadap berbagai aspek : sejarah asal-usul, bio-ekologi, kesesuaian lahan dan hidrologi, konservasi keanekaragaman hayati, iklim mikro/serapan dan emisi GRK, kinerja ekonomi finansial dan dampaknya terhadap sosekbud masyarakat sekitarnya serta keunggulan komparatif dan berbagai implikasi positif yang dimiliki maka Kelapa Sawit layak dan prospektif untuk dijadikan sebagai salah satu tanaman hutan terdegradasi/kritis dan atau tidak produktif.
Rekomendasi kedua adalah antisipasi kerentanan sistem “monokultur” dan menjaga keseimbangan ekologis, tanaman kelapa sawit dalam skala luas seyogyanya dikombinasikan/dicampur dengan tanaman hutan unggulan setempat dan tanaman kehidupan yang diperlukan oleh masyarakat sekitarnya.
Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Bogor, Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS, menjelaskan bahwa naskah akademik yang beredar masih berupa draft.
“Saat ini dilakukan penyempurnaan melalui diskusi internal di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB. Kami menunggu bila ada kritik dan saran untuk perbaikan,” pungkasnya.