Senada dengan Togar, Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menyatakan bahwa permasalahan distribusi ini menjadi momok bagi pelaku dan juga masyarakat. “Untuk minyak dengan kemasan sederhana dengan harga Rp 14.000,- dan minyak curah, Pemerintah harus bisa pastikan bahwa distribusinya lancar. Kita pastikan itu dulu, untuk minyak goreng premium jika dilepas dengan harga tinggi menurut saya tidak masalah,” ujar Sahat.
Sedangkan pakar ekonomi Universitas Airlangga Dr. Imron Mawardi, S.P., M.Si. menegaskan bahwa pemerintah harus menginvestigasi apa yang menjadi penghambat distribusi ini. Pemerintah diminta Imron untuk mencari tahu ketika regulasi DPO dan DMO diterbitkan, apakah pasokan migor ini terhambat di masalah prinsipal (pabrik) atau “hilang” saat distribusi.
“Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah kepastian dari pemerintah bahwa pasokan minyak ini aman bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dari rumah tangga hingga usaha industri yang bergantung pada minyak goreng,” tegas Imron.
Bagi Imron, untuk kebutuhan rumah tangga maupun usaha baik skala kecil atau besar, yang penting adalah jaminan pasokan meskipun harga agak mahal daripada harga murah tapi pasokan tidak ada sama sekali.
I Gusti Ketut Astawa, S.Sos., M.M., Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri selaku perwakilan dari pemerintah dalam kesempatannya menyampaikan bahwa pemerintah akan segera mengkaji regulasi DMO dan DPO serta distribusi akibat perubahan regulasi yang saat ini ditengarai menjadi penyebab dari melambungnya harga minyak goreng di pasar nasional.