PALEMBANG, GLOBALPLANET - Program peremajaan sawit rakyat (PSR) dalam kegiatan sarana dan prasarana (Sarpras) merupakan kegiatan stategis nasional. Karena itu jaminan hukum terhadap stake holder dalam melakukan penggunaan anggaran harus dikawal agar pembangunan dapat terselesaikan secara aman, tepat sasaran dan tanpa ada permasalahan hukum di kemudian hari.
Demikian dikatakan Kepala Sub Direktorat Pengamanan Infrastruktur Pengairan, Pertanian dan Kelautan, Direktorat Pengamanan Pembangunan Strategis, Kejaksaan Agung, Rachmat Supriadi, dalam Webinar bertema “Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM”.
Webinar yang juga disiarkan secara Live Streaming diselenggarakan Media Perkebunan dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta, beberapa waktu lalu juga menghadirkan pembicara Kepala Auditor II B Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Rachmat mengatakan, fungsi aparat hukum dalam program PSR lebih dititikberatkan pada pencegahan. Sedangkan jika ditemukan sejumlah kasus hukum terkait program PSR hanya di beberapa daerah.
Untuk itu, lanjut Rachmat, penyaluran dan pemanfaatan dana PSR agar disempurnakan. “Hal ini bertujuan PSR dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, sehingga meningkatkan produktivitas sawit petani,” katanya.
Secara garis besar, Rachmat menyebutkan, masih ditemukan sejumlah permasalahan program PSR. Pertama, adanya temuan proses verifikasi dana diperuntukkan untuk peremajaan sawit tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam setiap kegiatan atau pengadaan.
Kedua, adanya syarat-syarat pengajuan yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku. Ketiga, adanya tumpang tindih alas hak atas lahan para pengusul atau penerima manfaat program. Keempat, adanya temuan saat penarikan dana tidak melampirkan bukti tagihan
Menurut Rachmat, permasalahan yang ditemukan itu identik dengan temuan BPK. “Terjadinya permasalah tersebut adalah karena kelemahan dalam proses verifikasi,” tukasnya.