Dia bercerita ketiga perwakilan perusahaan itu merupakan yang paling aktif dalam mengucurkan pasokan ke domestik ketika pemerintah mewajibkan Domestik Market Obligation sebesar 20%. Bahkan untuk mendapat perizinan ekspor mereka harus menunggu sampai jam 4 pagi di kantor Kementerian Perdagangan.
"Jadi waktu itu wajib DMO 20% dan ada bukti. Ada bukti itu untuk menunggu mendapatkan perizinan ekspor, kalau mereka tidak pergi dari ruangan itu mereka gak bakal dapat (PE). Nah itu dijadikan sebagai bukti bahwa mereka mendekati pejabat jadi ditahan," kata Sahat.
"Kira-kira sama jadi kambing itu dicocok-cocokkan. Kaya dicari segala alasan kalau itu kambing. Jadi coba artinya apa mereka yang sudah bekerja sesuai regulasi malah gitu. Itu menyakitkan," tambah Sahat.
Alasan Sahat para pengusaha sudah menjalankan secara regulasi. Menurut dia kedatangan pengusaha ke Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menunjukkan pembuktian sudah melakukan DMO. Dimana saat itu untuk mendapatkan izin ekspor harus melakukan DMO 20%.
"Jadi waktu jaman DMO dan DPO penyerahan produsen itu sudah ke distributor 1 selesai. Itu dipegang menteri sebanyak 419 ribu ton itu penyerahan ke D1 itu. Nah sekarang definisi oleh Kejagung penyerahan itu belum ada, itu apa," kata Sahat.
Bahkan sekarang, imbuh dia, sudah banyak dokumen izin PE yang disobek oleh pengusaha karena sudah tidak ada gunanya saat ini, padahal ketika ada penerapan DMO 20% itu sangat ditunggu.
"Itu harus diselesaikan, definisi mereka melakukan manipulasi dengan PE itu dimana. Diperjelas jangan ditunggu tanpa bukti dan kita minta perindustrian dan perdagangan ikut ke bawah dibuktikan gimana," kata Sahat.