Sebagian produksi itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan yang terbesar untuk ekspor yang mencapai 34,23 juta ton tahun 2021. Sisanya digunakan untuk konsumsi domestik, termasuk untuk minyak goreng 5,07 juta ton dan biodiesel 7,34 juta ton.
Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan tarif progresif pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya per 17 Maret 2022, untuk menggantikan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
Batas maksimal PE dan BK CPO dinaikkan ke US$ 675 per ton dari sebelumnya US$ 375 per ton, untuk harga batas atas CPO US$ 1.500 per ton dari semula US$ 1.000 per ton. Bila harga CPO lebih dari US$ 1.500 per ton, PE dan BK tetap.
Artinya, dari harga ekspor CPO yang naik menjadi US$ 1.500 per ton misalnya, pemerintah sudah memperoleh 45%-nya. Dana inilah yang bisa digunakan untuk subsidi seluruh minyak goreng di dalam negeri maupun biodiesel yang totalnya sekitar 12,41 juta ton.
Artinya, perolehan dari PE dan BK tersebut dapat menutup subsidi minyak goreng untuk dalam negeri, tinggal kemudian mengefektifkan kerja Perum Bulog yang kini juga ikut mendapat tugas mendistribusi minyak goreng bersubsidi. BUMN ini bisa bekerja sama dengan jaringan e-commerce sehingga minyak goreng bersubsidi bisa dibeli juga secara online menggunakan voucher yang dibagi kepada semua rakyat.
Bulog terutama bisa menggandeng e-commerce yang juga bekerja sama dengan jaringan ritel offline di berbagai daerah, seperti Blibli milik Grup Djarum yang sudah lama bermitra dengan minimarket outlet Indomaret dan distributor Indomarco, yang terafiliasi dengan Salim Group.
Dengan demikian, jaringan Bulog plus konglomerasi swasta papan atas ini praktis dapat melakukan distribusi hingga outlet dekat perumahan dan pasar tradisional dari Sabang sampai Merauke. Ekspor minyak sawit pun bisa segera dibuka lagi.