PALEMBANG, GLOBALPLANET - Larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak goreng membawa dampak negatif berganda, bukan saja kepada pelaku usaha perkelapasawitan tetapi juga kepada 3 juta petani kelapa sawit di Indonesia.
Salah satu dampak nyata dari kebijakan larangan ekspor tersebut adalah penurunan harga TBS (tandan buah segar) petani kelapa sawit. Rendahnya penyerapan CPO akibat larangan ekspor membuat harga TBS tertekan.
Bahkan, sejumlah pabrik kelapa sawit dalam waktu dekat akan sulit menerima TBS dari petani karena tanki-tanki penyimpanan CPO yang mulai penuh. Dari pantauan di lapangan, penurunan harga TBS kelapa sawit terjadi di hampir seluruh wilayah pasca pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya dua pekan lalu.
“Secara nasional, daya tampung rata-rata tanki penampung CPO hanya bertahan sampai dua pekan lagi. Jika tidak segera dibuka kran ekspor, maka sudah tidak ada lagi tanki penampung dan itu berarti pabrik kelapa sawit berhenti menerima TBS dan berhenti beroperasi," kata Tofan Mahdi selaku Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Sabtu (14/4/5/2022).
Pihaknya berharap pemerintah segera mencabut larangan ekspor CPO, iklim usaha sektor kelapa sawit segera normal. "Tentu kami berharap pemerintah segera menormalisasi iklim usaha di sektor kelapa sawit dengan membuka kembali kran ekspor CPO,” terangnya.
Dampak larangan ekspor CPO juga langsung oleh petani kelapa sawit yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).