JAKARTA, GLOBALPLANET - Bagi masyarakat yang tertarik membeli kebun sawit atau membeli lahan untuk dijadikan kebun sawit. Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesai (APKASINDO) Ir. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO, memberikan 10 tips aman bagi masyarakat yang ingin berinvestasi sawit.
1. Konflik Vertikal,
Konflik Vertikal, yaitu status Kawasan kebun sawit tersebut, kebun yang akan kita beli apakah kawasan hutan atau tidak (non-kawasan hutan). Konflik Vertikal ini adalah konflik dengan negara sebagai pemangku Kawasan hutan. Untuk mengetahuinya mudah sekali, dengan mendowload aplikasi pintar GPS di hp android yang saat ini sangat banyak, semisal aplikasi Avenza. Atau bisa berkordinasi ke Dinas Kehutanan/Perkebunan.
“Silakan juga menghubungi perwakilan DPD APKASINDO yang tersebar di 144 Kabupaten Kota di 22 DPW Provinsi APKASINDO. Kami siap membantu. Memang saat ini sudah terakomodir untuk sawit dalam kawasan hutan atas dasar keterlanjuran. Ada mekanisme denda melalui PP UUCK (UU Omnibuslaw),” ungkapnya.
2. Konflik Horizontal.
Konflik Horizontal, Konflik Horizontal ini adalah konflik antara petani dengan petani, petani dengan masyarakat adat, dan petani dengan pemegang izin Kawasan konsesi/HGU/HPH. Konflik horizontal ini lebih pelik dan ribet dibanding dengan konflik vertikal, apalagi dengan konflik pemegang izin konsesi HGU atau HPH, pembeli akan numpang bengkak saja.
“Solusinya adalah bertanya ke aparat desa atau tetangga kebun yang akan dibeli. Dan untuk menghindari konflik dengan pemegang konsesi harus bertanya ke dinas perkebunan atau kehutanan. Jangan bertanya ke tetangga kebun, sebab jawabannya akan selalu bias (mencari teman sependeritaan),” cerita Gulat.
3. Cek lokasi kebun ke akses jalan umum.
Kebun yang berlokasi jauh di pedalaman cenderung menambah biaya. Seperti biaya pembuatan jalan, perawatan jalan dan apalagi jika harus melewati jalan perkampungan, ini akan lain lagi ceritanya.
4. Jarak kebun dengan PKS.
PKS (pabrik kelapa sawit) adalah tujuan dari kita berkebun sawit. Jika jarak kebun ke PKS jauh (melebihi 10-20 km) maka akan menambah biaya produksi yang cukup lumayan. Idealnya biaya pengangkutan TBS sampai ke PKS maksimum Rp. 150/kg TBS.
5. Surat Kepemilikan Kebun.
Surat tanah ditengah masyarakat seperti SKGR (surat keterangan ganti rugi) atau SKT (surat keterangan tanah), kedua surat ini adalah syah karena diteken para sempadan tanah dan diketahui/diverifikasi oleh aparat desa/kelurahan melalui tanda tangan masing-masing. Alangkah lebih baik memang jika sudah sertifikat hak milik. Yang perlu diperhatikan di SKT dan SKGR adalah letak posisi tanah, sering terjadi salah meletak posisi tanah.
6. Jenis tanah.
Jika bisa memilih, tentu kita harus memilih tanah yang sangat subur (S1), atau paling tidak S2 (subur dengan sedikit faktor pembatas).